Jumat, 10 Januari 2014

Teori Gerak Sejarah



TEORI GERAK SEJARAH DAN METODOLOGI SEJARAH

Resume ini diajukan untuk memenuhi tugas UAS
Mata Kuliah Pengantar Ilmu Sejarah semester 1

Dosen:
Bapak M. Dien Madjid


Dewi Mahmudah Ni’matul
(1113022000008)


Fakultas Adab dan Humaniora
Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
2013





Daftar Isi






TEORI GERAK SEJARAH

A.  Penjelasan Teori Gerak Sejarah

Ilmu sejarah bisa juga disebut sebagai “ilmu serba teori”, karena ilmu sejarah menyelidiki tentang dasar-dasar pengertian sejarah dan berbagai macam masalah sejarah lainnya.
Salah satu topik penting yang dibahas oleh para sejarawan adalah masalah manusia dalam sejarah, yaitu tentang kebebasan manusia atau peranan manusia dalam sejarah. Masalah yang berkaitan dengan filsafat sejarah tersebut tidak dapat dipecahkan secara absolut, karena memiliki jawaban yang bersifat relative atau tidak absolut.
Menganalisis sejarah (kejadian sejarah) berarti mencari hakekat dari kejadian-kejadian tersebut. Hasil analisis tersebut akan disusun dan diceritakan kembali dalam cerita sejarah. Analisis sejarah yang objektif,bila analisis itu didasarkan pada sumber-sumber yang ditemukan, peranan pikiran manusia yang menganalisis (subjek), maka hanya terbatas pada kemampuan mencari adanya hubungan antara cerita dan sumber-sumber sejarah tersebut.
Sejarah manusia berarti bahwa yang berperan dalam sejarah tersebut hanya manusia. Sejarah manusia hanya dapat dilakukan, ditulis, dan diminati oleh manusia saja. Maka, hanya manusialah yang harus dipandang sebagai inti permasalahan tersebut. Masalah-masalah itu muncul akibat pandangan manusia tentang dirinya:
1.      Manusia bebas menentukan nasibnya sendiri atau otonom (Indeterminisme).
2.      Manusia tidak bebas menentukan nasibnya, nasib manusia di tentukan oleh kekuatan di luar kekuatan dirinya. Manusia disebut heteronom (Determinisme).
Evolusi jasmaniah adalah evolusi kebendaan, evolusi duniawi, kefanaan, misalnya; kemajuan teknik. Gerak sejarah tidak menuju kea rah akhirat, tetapi ke arah kemajuan duniawi, maka dalam dunia seolah-olah tidak memerlukan Tuhan lagi, maka timbullah faham-faham baru yang berpedoman pada evolusi tak terbatas, diantaranya faham historical materialism atau economic determinism.
Manusia pada dasarnya tidak otonom dalam arti luas. Kebebasan manusia sangat terbatas oleh keharusan ekonomi. Gerak sejarah bersifat mekanis, yang akan berjalan dengan sendirinya, dengan manusia menjadi alat dari dinamika ekonomi, sehingga seolah tidak memerlukan bantuan Tuhan lagi.
Gerak sejarah juga ditentukan oleh hukum alam. Kehidupan sebuah kebudayaan dan lainnya dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum.
Ada juga yang berpendapat bahwa gerak sejarah bisa di tentukan oleh ikhtiyar, usaha, dan perjuangan manusia, usaha juga bisa menghasilkan perubahan nasib yang sudah ditentukan oleh Tuhan. Maka, gerak sejarah merupakan perimbangan antara kehendak Tuhan dan usaha manusia (perpaduan otonomi dan heteronomi).
Gerak sejarah hanya bertujuan untuk melahirkan, membesarkan, mengembangkan, dan meruntuhkan kebudayaan. Mempelajari sejarah bertujuan untuk mengetahui lebih detail tentang suatu kebudayaan. Nasib suatu kebudayaan dapat diramalkan, sehingga untuk seterusnya kebudayaan itu dapat menentukan sikap hidupnya.
Akhir gerak sejarah adalah Kerajaan Tuhan (Civitas Dei) bagi yang di terima Tuhan dan Kerajaan Setan (Civitai Diaboli) bagi yang ditolak oleh Tuhan.
Evolusi dengan kemajuan tak terbatas membawa manusia setingkat demi setingkat terus ke arah kemajuan. Sehingga dengan hati manusia melaksanakan gerak sejarah dengan harapan akan mengalami kemajuan yang tak terhingga. Aliran inilah yang dipakai oleh bangsa Barat, sehingga bangsa Barat mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Terdapat pula faham historial materialism yang menentukan masyarakat tanpa kelas adalah tujuan sejarah.
Demikianlah sifat gerak sejarah sebagai penggerak manusia untuk menciptakan dunia baru yang positive dan optimistis. Sejarah adalah pengalaman manusia dan ingatan tentang pengalama-pengalaman yang diceritakan. Manusia tanpa sejarah adlah khayal. Karena manusia dan sejarah adalah dwitunggal dan tak bisa dipisahkan.

B.   Gerak Sejarah

Gerak sejarah disebabkan oleh: manusia (jiwa besar dan khalayak) dan kekuatan-kekuatan di luar manusia (Tuhan, dewata, kekuatan masyarakat, dan nasib). Menurut Sanusi Pane, “Bagi saya, sejarah adalah perjalanan wujud kehendak Tuhan bagi manusia dalam dunia relative. Mempelajari sejarah berarti berdaya upaya dengan semangat terbatas mengetahui kehendak Tuhan, supaya merasa, dengan terbatas, kehidupan mutlak, supaya sanggup, dengan terbatas, hidup dan bekerja sebagai hamba Tuhan yang lebih insyaf.”[1]
Menurut Tan Malaka, “Kemudian sesudah ilmu dan percobaan menjadi lebih sempurna, sesudah manusia melemparkan sebagian atau sekaligus dari kepicikan otak (dogma, kepercayaan-kepercayaan agama), setelah manusia menjadi cerdas dan dapat memikirkan soal pergaulan hidup, pertentangan kelas disendikan kepada pengetahuan yang nyata. Dalam perjuangan untuk keadilan dan politik, manusia tidak membutuhkan atau mencari-cari Tuhan lagi, atau ayat-ayat kitab agama, tetapi langsung menuju sebab yang nyata yang merusak dan memperbaiki penghidupannya.”[2]
Dari dua contoh ini, jelaslah bahwa pendirian Sanusi Pane didasarkan atas kepercayaannya kepada Tuhan. Sumber tenaga dan sebab gerak sejarah adalah Tuhan. Mempelajari sejarah berarti berusaha mengetahui kehendak Tuhan. Sedangkan, menurut Tan Malaka, gerak sejarah berpangkal kepada “sebab yang nyata yang merusakkam dan memperbaiki penghidupannya”, yaitu ekonpmi atau kekuatan-kekuatan produksi.
Inilah bukti bahwa maslah-masalah dalam sejarah tidak dapat dijawab dengan satu jawaban tertentu. Semua jawaban mungkin betul (relative); suatu jawaban pasti (absolute) betul bagi orang yang mempercayainya.[3]
Faktor-faktor penggerak sejarah adalah: manusia, geografis, kebudayaan, dan kekuatan supernatural (metafisik)[4]. Ada dua penafsiran berkaitan dengan faktor-faktor atau pendorong gerak sejarah, yaitu:
1.      Determinisme
2.      Kemauan bebas (free will) dan keputusan bebas (free determination).
Bila faktor-faktor penggerak sejarah tidak berasal dari kemauan dan keputusan yang bebas. Maka, akan melahirkan filsafat sejarah yang deterministik (sejarah deterministic menolak semua penyebab yang berdasarkan kebebasan manusia dalam menentukan dan mengambil keputusan sendiri dam menjadikan manusia sebagai robot)[5].
Diantara bentuk-bentuk penafsiran deterministik itu adalah:
1.      Determinisme Rasial, cara memilih suatu ilmu yang bersifat fisik pada diri manusia sebagai factor pengontrol dalam sejarah manusia.
2.      Determinisme Geografi, pengontrol sejarah adalah factor geografis seperti iklim, tanah, dan sumber daya alam lainnya.
3.      Determinisme Ekonomi, penggerak sejarah bangsa adalah factor ekonomi suatu bangsa.
4.      Penafsiran (Teori) “Orang Besar”, factor penyebab utama perkembangan sejarah ialah tokoh-tokoh besar.
5.      Penafsiran Spiritual (Idealistik), penafsiran ini erat hubungannya dengan peran jiwa (spirit, soul) dan cita-cita manusia dalam perkembangan sejarah.
6.      Penafsiran Ilmu dan Teknologi, penafsiran ini melihat bahwa perkembangan manusia mempunyai hubungan langsung dengan perkembangan ilmu alam dan teknologi.
7.      Penafsiran Sosiologi, penafsran ini mencoba melihat asal-usul, strukktur, dan kegiatan masyarakat manusia dalam interaksinya dengan lingkungan fisik.
8.      Penafsiran Sintesis, penafsiran ini mencoba menggabungkan semua factor atau tenaga menjadi penggerak sejarah[6].

B.1. Gerak Sejarah Menurut Hukum Fatum (nasib)

Pemikiran Barat didasari oleh pemikiran Yunani. Alam raya ini terbagi dua, yaitu; alam kecil atau mikro kosmos = manusia dan alam besar atau makro kosmos = di luar manusia.
Alam raya dan alam manusia dikuasai oleh nasib, yaitu kekuatan gaib yang menguasai makrokosmos dan mikrokosmos. Hukum alam yang menjadi dasar dari segala hukum kosmos ialah hukum lingkaran atau hukum siklus. Setiap kejadian, setiap peristiwa akan terjadi lagi, dan terulang lagi.
Hukum siklus berarti bahwa setiap kejadian peristiwa tentu akan terulang. Menurut R. Moh. Ali, “Di dunia tidak terdapat sesuatu (peristiwa) baru, segala sesuatu tentu terulang menurut siklus.”[7]
Hukum siklus di Indonesia disebut Cakramanggilingan, yaitu bahwa manusia tidak dapat melepaskan diri dari cakram itu dan bahwa segala kejadian peristiwa berlangsung dengan pasti.
Cakram adalah lambang nasib (qadar) yang berputar terus serba abadi tanpa putus-putusnya. Nasib adalah kekuatan tunggal yang menentukan gerak sejarah. Manusia terpaku erat dengan cakram, bergerak seirama dengan cakram dan hanya menjalani nasib yang sudah ditentukan. Menurut orang Yunani, tak ada gunanya memikirkan hal yang tak dapat diubah.
Masa lampau telah terjadi menurut kodrat alam, dan tak bisa dirubah lagi. Masa yang akan datang akan terjadi seperti yang telah di takdirkan. Manusia tidak akan bisa mengubah takdir. Jadi, untuk apa mengkhawatirkannya?
Nasib atau fatum bagi orang Yunani merupakan kekuatan tunggal yang tak dikenal dan tak perlu dikenal. Penggerak kosmos diterima sebagai pemberian dengan gembira, amor fati (cintailah nasibmu).
Sifat dari cerita sejarah ialah realistis. Menurut kenyataan dan menceritakan peristiwa-peristiwa yang seolah-olah harus terjadi begitu.

B.2. Paham Santo Augustinus

Paham fatum Yunani berubah menjadi paham ketuhanan dalam agama Nasrani dengan sifat-sifat yang sama;
a.       Kekuatan tunggal fatum menjadi Tuhan.
b.      Serba keharusan.
c.       Sejarah sebagai perwujudan nasib menjadi sejarah sebagai wujud kehendak Ilahi.
Kesimpulan dari hukum cakra-manggilingan itu ialah manusia tidak bebas menentukan nasib sendiri. Bagi alam pikiran Yunani manusia menerima segala sesuatu dengan amor fati;bagi alam kodrat Ilahi, pemberian Tuhan di terima dengan fiat voluntas tua (yang menjadi kehendak Tuhan terlaksanalah).[8]
Santo Augustinus menghimpun teori sejarah berdasarkan fiat voluntas tua. Gerak sejarah dunia disusun berdasarkan hidup manusia.
1.      Infantia (bayi) pada zaman Adam sampai Nuh.
2.      Pueritia (kanak-kanak) pada zaman Sem, Jafet.
3.      Adulescentia (pemuda) pada zaman Abraham sampai Daud.
4.      Inventus (investus) pada zaman Daud.
5.      Gravitas (dewasa, dewasa bijaksana) pada zaman Babilonia, lahirnya Isa Al-Masih – Akhir Zaman.
6.      Kiamat (tua) pada zaman pemilihan antara baik dan jahat.[9]
Tujuan gerak sejarah adalah terwujudnya kehendak Tuhan yaitu Civitas Dei atau kerajaan Tuhan. Tetapi, Tuhan akan mengadakan pemilihan. Barang siapa yang meneriman kehendak Tuhan, maka dia diterima di syurga, barang siapa yang menentangNya, maka akan menjadi penduduk neraka atau Jahannam.
Masa sejarah adalah masa percobaan, masa ujian bagi manusia. Kodrat Ilahi harus di terima dengan rela dan ikhlash. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari kodrat Ilahi atau akan dimasukkan ke civitas diabolic (kerajaan iblis).
Terdapat perbedaan besar antara amor fati dengan fiat voluntas tua dalam ancaman Civita Diaboli, akan tetapi dasar-dasarnya serupa.

B.3. Pendapat Ibnu Khaldun Tentang Sejarah

Teori Ibnu Khaldun[10] didasarkan pada kehendak Tuhan sebagai pangkal gerak sejarah seperti Augustinus, akan tetapi Ibnu Khaldun tidak memusatkan pada akhirat. Menurut Ibnnu Khaldun, sejarah adalah ilmu berdasarkan kenyataan, tujuan sejarah ialah agar manusia sadar akan perubahan-perubahan masyarakat sebagai usaha penyempurnaan kehidupan.
Sejarah adalah kisah masyarakat manusia atau kisah kebudayaan dunia, yaitu kisah perubahan-perubahan yang terjadi karena kodrat masyarakat itu. Manusia, waktu, kota, iklim, masa, daerah, dan Negara-negara mengalami perubahan. Semua yang ada di dunia ini mengalami perubahan.”itulah hukum yang telah ditetapkan oleh Allah umtuk para mukmin.”[11]
Ibnu Khaldun menyatakan bahwa, perubahan yang terjadi dalam masyarakat itu karena qadar Tuhan. Perubahan tersebut terjadi karena adanya ‘naluri’ untuk berubah dalam masyarakat tersebut. Dengan demikian, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa perubahan sebagai pangkal dari kemajuan. Paham inilah yang membedakan antara teori Ibnu Khaldun dan teori Augustinus.
Menurut Ibnu Khaldun tujuan akhir dari gerak sejarah adalah menuju ke arah timbulnya berbagai macam masyarakat dan Negara dengan manusianya yang menuju pada kesempurnaan hidup. Manusia adalah pejuang perubahan, karena untuk menuju suatu kemajuan harus terjadi perubahan. Manusia adalah ciptaan Tuhan yang mampu menjadi subjek perubahan.

B.4. Renaissance dan Pengaruhnya

Zaman renaissance adalah zaman kebangkitan kembali nilai-nilai kemanusiaan, gerak sejarah di pangkalkan kepada  kemajuan (evolusi), yaitu keharusan yang memaksa segala sesuatu untuk maju, manusia tidak lagi menjadikan surga-neraka sebagai tujuan akhir, tujuan fatum yang tidak menentu kini diperjelas. Gerak sejarah menuju kemajuan tanpa batas yang menjadi tujuan manusia. Ini adalah pengaruh dari pemikiran Ibnu Rusdi.
Abad ke 18-19 merupakan suatu revolusi yang meruntuhkan kekuatan heteronomy. Sejarah bagai sebuah medan perjuangan para manusia dan cerita sejarah adalah epos perjuangan untuk mencapai kemajuan. Paham yang terkenal pada zaman ini adalah paham materialism historis atau determinisme ekonomi paham disusun oleh Karl Marx (1818-1883) dan F. Engels (1820-1895). Paham ini menerangkan bahwa pangkal gerak sejarah adalah ekonomi.
Pada Abad ke-20, materialism historis diperjuangkan oleh Partai Komunis (PK). PK memandang dirinya sebagai barisan pelopor kaum marhaen yang akan mengubah masyarakat menjadi masyarakat tanpa kelas.

B.5. Gerak Sejarah Menurut Giovanni Battista Vico

Menurut Giovanni Battista Vico[12], gerak sejarah itu berbentuk spiral. Jadi, selalu ada pengulangan dalam sejarah, tapi tidak pada titik yang sama, melainkan ke titik yang lebih tinggi, lebih maju.
Teori Vico dapat dianggap sebagai sintesa dari gerak lingkar dan proses salikg hubung, antara pendapat sejarah yang selalu berulang dan yang mengatakan bahwa sejarah hanya berlaku sekali. Vico menyatukan ulangan dengan urutan atau ulangan dengan perkembangan.[13]

B.6. Tafsiran Sejarah Menurut Oswald Spengler

Menurut Oswald Spengler[14], gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam yang disebut nasib, fatum atau Schicksal dalam Bahasa Jerman. Dalil Oswald ialah kehidupan sebuah kebudayaan dalam segala-galanya sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan, dan prikehidupan manusia.
Hukum itu, tampak pada siklus-siklus berikut:
§  Alam: musim semi- musim panas- musim rontok- musim dingin.
§  Manusia: masa muda- masa dewasa- masa puncak- masa tua.
§  Tumbuhan: masa pertumbuhan- masa berkembang- masa berubah- masa rontok.
§  Hari: pagi- siang- sore- malam.
§  Kebudayaan: pertumbuhan- perkembangan- kejayaan- keruntuhan.
Tiap-tiap masa pasti dating sesusai masanya, itulah keharusan alam, itulah yang pasti terjadi. Manusia hanya bisa menerimanya.
Siklus terdiri dari 4 bagian/masa: tumbuh, berkembang, jaya, dan runtuh, begitu seterusnya. Tujuan gerak sejarah adalah: melahirkan, membesarkan, mengembangkan, meruntuhkan kebudayaan.  Oleh sebab itu, keruntuhan suatu budaya bisa diramalkan terlebih dahulu berdasarkan perhitungan.
Oswald mengadakan perbedaan antara kultur dengan zivilisation (civilization). Kultur adalah kebudayaan yang masih hidup, dapat tumbuh dan berkembang. Sedangkan Zivilization ialah kebudayaan yang sudah mati.
Mempelajari sejarah tujuannya ialah mengetahui diagnose atas tingkat suatu kebudayaan. Sesudah diagnose itu ditentukan, nasib kebudayaan itu dapat diramalkan sehingga untuk selanjutnya pemilik kebudayaan itulah yang menentukan sikap hidupnya.

B.7. Tafsiran Arnold J. Toynbee

Arnold Toynbee[15] menyimpulkan bahwa dalam gerak sejarah tidak terdapat hukum tertentu yang menguasai dan mengatur timbul tenggelamnya kebudayaan dengan pasti.[16] Toynbee tidak membedakan antara civilization dan culture sebagai istilah yang berbeda, keduanya diambil seperti sinonim. “The words civilization and culture, do not only indicate a special quality of a society or commonwealth, but also signify the general society or commonwealth it self.”[17]
Menurut Toynbee, kebudayaan (civilization) ialah wujud daripada kehidupan suatu golongan seluruhnya. Menurut Toynbee, gerak sejarah berjalan melalui tingkatan seperti berikut:
1)      Genesis of civilization atau lahirnya kebudayaan.
2)      Growth of civilization atau perkembangan kebudayaan.
3)      Decline of civilization atau keruntuhan kebudayaan:
a)      Breakdown of civilization atau kemerosotan kebudayaan.
b)      Disintegration of civilization atau kehancuran kebudayaan.
c)      Dissolution of civilization atau hilang dan lenyapnya kebudayaan.
Suatu kebudayaan terjadi apabila manusia bisa menjawab tantangan dari alam sekitarnya. Pertumbuhan dan perkembangan suatu kebudayaan itu di gerakkan oleh kaum minoritas yang kuat, sedangkaum mayoritas hanya menirunya saja. Karena, kebudayaan akan tercipta apabila kaum minoritas itu kuat. Apabila kau minoritas itu lemah dan kehilangan daya menciptanya, dan tak bisa menjawab tantangan-tantangan alam, maka keruntuhan (decline) mulai tampak. Keruntuhan itu terjadi dalam tiga masa, yaitu:
1.      Kemerosotan kebudayaan (breakdown).
2.      Kehancuran kebudayaan (disintegration).
3.      Lenyapnya kebudayaan (dissolution).
Jarak antara tiga masa ini bisa terbentang hingga mencapai 2000 tahun. Pada masa breakdown sebelum masa disintergration terjadi, sering terdapat usaha untuk menghentikan kehancuran yang dipimpin oleh jiwa-jiwa besar. Usaha itu mungkin bisa berhasil apabila kebudayaan itu mengganti segala norma-norma kebudayaan itu dengan norma-norma ketuhanan. Kembali mencari cara untuk mencapai Civitas Dei (Kerajaan Tuhan).

B.8. Teori Pitirim Sorokin

Menurut Pitirim Sorokin[18], gerak sejarah menunjukan fluctuation from age to age, yaitu fluktuasi atau naik turun, pasang surut, timbul tenggelam dengan ganti berganti.
Sorokin menyatakan tentang adanya cultural universe atau alam kebudayaan dan di dalam alam kebudayaan itu terdapat masyarakat-masyarakat dan aliran-aliran kebudayaan. Dalam alam yang seluas itu terdapat tiga corak tertentu, yaitu:
1.      Ideational, yaitu; mengenai kerohanian, ketuhanan, keagamaan, dan kepercayaan.
2.      Sensate, yaitu; serba jasmaniah, duniawi, berpusatkan panca indera.
3.      Ideatistic (ideational-sensate), yaitu; suatu kompromi.
Tiga jenis corak tersebut adalah suatu cara untuk menghargai dan menentukan nilai suatu kebudayaan.
Apabila sifat ideational dipandang lebih tinggi nilainya daripada sifat sensate dan sifat idealistic ditempatkan diantaranya, maka terdapatlah gambaran naik turun, pasang surut sejarah tidak menunjukkan irama dan gaya yang tetap dan tertentu. Sorokin dalam menafsirkan gerak sejarah tidak mencari pangkal sejarah atau muara gerak sejarah. Ia hanya melukiskan prosesnya atau jalannya, karena itulah yang menunjukkan sifat-sifatnya.
Prof. Beerling mengatakan dalam bukunya filsafat dewasa ini 1 bahwa sejarah ialah cerita dari kemajuan. Faktor-faktor yang menentukan gerak evolusi menjadi sebuah masalah yang menimbulkan beberapa teori:
1)      Teori gerak sejarah bagi masyarakat yang bersahaja atau masyarakat primitive, evolusi ditentukan oleh kebudayaan dinamisme dan animisme.
2)      Dalam kebudayaan politeisme gerak sejarah ditentukan oleh dewa-dewa.
3)      Dalam kebudayaan monnoteisme, gerak sejarah ditentukan oleh Tuhan.
4)      Gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam (fatum) atau takdir.
5)      Determinisme.
6)      Gerak sejarah ditentukan oleh manusia itu sendiri.
7)      Gerak sejarah ditentukan oleh materi (Karl Marx di dalam historis Materialism)[19]

B.9. Teori Sejarah Menurut William H. Frederick

William mengemukakan tiga teori utama sejarah, yaitu:
1.      Teori perputaran, yang mengatakan bahwa pola kejadian dan ide mengenai manusia terbatas sama sekali dan diulangi pada selang waktu tertentu.
2.      Teori takdir, yang mengatakan bahwa semua kejadian berasal dari ikut campurnya takdir atau Allah.
3.      Teori kemajuan, yang berpusatkan pada penyebab kejadian manusia, dan selajutnya waktu, lalu peradaban yang mengalami perbaikan.
Tiga teori sejarah yang dikemukakan Frederick sesuai dengan aliran atau konsepsi penglihatan sejarawan yang berpengaruh dalam ilmu sejarah, yaitu:
1.      Aliran yang memandang seluruh kejadian hanya pengulangan belaka.
2.      Aliran yang memandang bahwa seluruh kejadian merupakan kehendak Tuhan.
3.      Aliran yang melihat seluruh kejadian sejarah adalah suatu garis yang membawa ke arah kemajuan.




B.10. Teori Sejarah Menurut Murtadha Mutachari

Murtadha mengemukakan enam teori gerak sejarah, yaitu:
1.      Teori raisal, teori yang beranggapan bahwa ras-ras tertentu merupakan penyebab kemajuan sejarah.
2.      Teori geografis, teori yang beranggapan bahwa lingkungan fisik adalah penyebab terciptanya peradaban dan budaya.
3.      Teori peranan jenius dan pahlawan, teori yang beranggapan bahwa orang-orang jenius lah yang membawa perubahan dan perkembangan ilmu.
4.      Teori ekonomi, teori yang mengemukakan bahwa ekonomi adalah factor penggerak sejarah.
5.      Teori keagamaan, teori yang mengemukakan bahwa semua kejadian di dunia ini berasal dari Tuhan.
6.      Teori alam, teori yang mengatakan bahwa manusia memiliki sifat tertentu yang bertanggung jawab atas watak evolusioner kehidupan masyarakat.
Gerak sejarah itu ditandai dengan perubahan-perubahan manusia sebagai makhluk sosial. Manusia bisa tetap berusaha untuk mencapai kemajuan, tapi tetap ada kekuatan di luar kemampuan manusia seperti Tuhan yang sudah menentukan kehendak.
Pemahaman tentang teori gerak sejarah dimaksudkan agar manusia mempunyai gambaran tentang kehidupannya yang menentukan arah gerak sejarah. Karena, terdapat satu titik dimana manusia berada di posisi yang tidak dapat berbuat apa-apa.

C.               Sifat Gerak Sejarah

Teori-teori yang memberikan arah dan tujuan tentang gerak sejarah dapat disimpulkan menjadi demikian:
1)      Tanpa arah tujuan.
2)      Pelaksanaan kehendak Tuhan.
3)      Usaha dan perjuangan dapat menghasilkan perubahan nasib yang sudah ditentukan.
4)      Evolusi dengan kemajuan yang tidak terbatas.
5)      Paham historical materialism (masyarakat tanpa kelas).
6)      Reaksi terhadap paham-evolusi itu menghasilkan beberapa aliran baru sebagai berikut:
a.       Aliran menuju ketuhanan.
b.      Aliran irama gerak sejarah.
c.       Aliran kemanusiaan.
Di dalam buku “Pengantar Ilmu Sejarah” karya Prof. Drs. H. Rustam, dikatakan bahwa ada tiga aliran konsepsi pengkajian sejarah yang berpengaruh dalam ilmu sejarah:
1.      Aliran pertama,aliran yang memandang kejadian sejarah sebagai pengulangan (syclic) dari kejadian terdahulu. Menurut pandangan ini, sejarah tidak mempunyai tujuan dan taka da perkembangan. Manusia hanya menunggu pengulangan kejadian saja, kurang berikhtiyar.
2.      Aliran Religius, aliran ini memandang bahwa segala kejadian dalam sejarah semata-mata karena kehendak Tuhan. Menurut agama Kristen aliran ini dinamakan”Redemtive philosophical viewpoint” pandangan sejarah menurut kepercayaan atau dogma sebagai penebusan dosa, mennuju ke arah meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan.
3.      Aliran Evolusi, aliran yang memandang seluruh kejadian sejarah manusia adalah suatu garis yang menaik dan meningkat ke arah kemajuan dan kesempurnaan. Aliran ini disebut “progressive philoshopical viewpoint of history”. Aliran ini muncul pada zaman renaissance.[20]
Kesimpulannya, gerak sejarah adalah perjuangan manusia untuk mencapai kemajuan setinggi mungkin, seperti terdapat pada paham evolusi tanpa batas. Perjuangan manusia untuk memperbaiki nasibnya itu menunjukkan pasang surut, naik turun, maju mundur dan merasakan irama kehidupan, seperti pada teori Sorokin. Menurut Dr. Moh Iqbal, seorang filsuf Islam yang tersohor, batas-batas kemungkinan itu adalah amr Allah, yaitu perintah Allah yang ada dalam manusia.
Gerak sejarah bersifat positif dan optimistis. Satu sifat yang meggerakkan manusia untuk menciptakan dunia baru yang akan membawa perubahan-perubahan yang menakjubkan.



METODOLOGI SEJARAH


Metode adalah sebuah cara procedural untuk berbuat dan mengerjakan sesuatu dalam sebuah system yang teratur dan terencana. Terdapat prasyarat yang ketat dalam melakukan sebuah penelitian. Metodologi adalah sebuah ilmu yang mengkaji tentang metode. Menurut Sartono Kartodirdjo, metode dibedakan dengan metodologi. Metode lebih kepada cara bagaimana memperoleh pengetahuan (how to know), sedangkan metedologi adalah cara bagaimana mengetahui apa yang diketahui (to know how to know)[21].
Metodologi harus memperhatikan kerangka pemikiran tentang konsep, kategori, model, hipotesis, dan prosedur umum dalam sebuah teori. Sedangkan, teori adalah kaidah yang mendasari sebuah gejala dan sudah dilakukan vertifikasi. Dengan memahami kerangka teori dan konsep, penulis dapat menjelaskannya secara kritis.
Terdapat dua kelompok besar aliran penulis sejarah, yaitu:
1.      Sejarah Naratif (narrative history), yaitu penulisan sejarah berupa narasi tanpa memanfaatkan teori dan metodologi.
2.      Sejarah Analitis (analytical history), yaitu penulisan sejarah yang memanfaatkan teori dan metodologi.
Untuk membuat sebuah analisis diperlukan kerangka teori dan konsep pemikiran. Dalam penulisan sejarah naratif kerangka teori tidak terlalu dianggap penting karena sudah secara langsung di deskripsikan. Sedangkan, dalam penulisan sejarah analitis inilah diperlukan kehadiran teori dan konsep. Dalam rangka penulisan sejarah analitis inilah diperlukan suatu metode dan metodologi.
Sebagai sebuah prosedur, metode mengajukan beberapa prasyarat, yaitu:

A.   Heuristik

Berasal dari Bahasa Yunani heuristiken yang berarti menemukan atau mengumpulkan sumber. Sumber yang dimaksud adalah sumber sejarah yang tersebar berupa catatan, kesaksian, dan fakta-fakta lainnya.
Bahan-bahan sebagai sumber sejarah kemudian dijadikan alat, bukan tujuan. Dengan kata lain orang harus mempunyai data lebih dulu untuk menulis sejarah. Kajian tentang sumber-sumber adalah suatu ilmu tersendiri yang disebut heuristik[22].
Sumber-sumber sejarah dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu:
1.      Sumber kebendaan (material sources).
a.       Sumber tertulis (record), seperti; dokumen, arsip, dll.
b.      Sumber fisik berupa benda, seperti; artefak, keramik, tempat kejadian, dll.
2.      Sumber non kebendaan (immaterial sources), berupa tradisi, kepercayaan, dll.
3.      Sumber lisan, berupa kesaksian, hikayat, dll.
Tantangan bagi seorang peneliti dalam proses heuristik biasanya adalah:
1.      Sumber tulisan.
a.       Tempat sumber tulisan itu didapatkan.
b.      Kondisi fisik yang sudah tua dan tidak utuh lagi.
c.       Masalah Bahasa dan jenis tulisan.
d.      Mengenai keberadaan sumber tersebut, sebagai sumber primer, sekunder, atau tersier.
2.      Sumber benda.
a.       Ketebatasan pengetahuan budaya mengenai kegunaan benda tersebut.
b.      Pengeetahuan mengenai bahan serta teknik pengolahan.
c.       Kondisi fisik yang tidak utuh lagi.
3.      Sumber lisan.
a.       Status narasumber sebagai pelaku atau saksi.
b.      Keterbatasan informasi mengenai apa yang dilakukan, di lihat, dan di dengar.
c.       Factor kesehatan dan usia narasumber.
d.      Tingkat pendidikan narasumber.
e.       Keturunan/generasi narasumber.
Sumber sejarah adalah yang bisa memberi penjelasan tentang peristiwa masa lampau. Data dan informasi yang di dapat akan menjadi bhaan untuk melakukan interpretasi akan sebuah peristiwa.
Seorang peneliti harus melakukan klasifikasi sumber untuk menentukan hubungan antara sumber dan peristiwa. Selain itu, klasifikasi juga digunakan untuk memberi peringkat keshahihan sumber tersebut.
Ada banyak cara untuk memilah informasi dalam sejarah, Antara lain:
·         Berdasarkan kurun waktu (kronologis).
·         Berdasarkan wilayah (geografis).
·         Berdasarkan Negara (nasional).
·         Berdasarkan kelompok atau suku bangsa (etnis).
·         Berdasarkan topik atau pokok bahasan (topical).
Dalam pemilahan tersebut, harus diperhatikan bagaimana cara penulisannya. Perhatikan masalah temporal dan spasial dari tema yang dipilih. Jika hal tersebut tidak dijelaskan, maka sejarawan mungkin akan terjebak ke dalam falsafah ilmu lain, misalnya sosiologi.
Ada beberapa teknik terkait heuristik:
1.      Studi kepustakaan, studi mengenai sumber-sumber tertulis berupa naskah, buku, serta jurnal yang diterbitkan.
2.      Studi kearsipan, arsip biasanya di dapat dari sebuah lembaga baik Negara maupun swasta.
3.      Wawancara, dapat dilakukan langsungsung dengan individu maupun kelompok.
4.      Observasi, pengamatan secara langsung di lapangan bersama objek.
Keempat studi tersebut dapat dilakukan tanpa harus secara tertib, tergantung pada relevansi dan kebutuhan penulis.

B.   Kritik Sumber

Sumber-sumber yang telah dikumpulkan kemudian divertifikasi atau di uji melalui serangkaian kritik, baik internal maupun external.
a.       Kritik internal, dilakukan untuk menilai kelayakan atau kredibilitas sumber. Kredibilitas sumber biasanya mengacu pada kemampuan sumber untuk mengungkap kebenaran suatu peristiwa.
b.      Kritik ekstern, dilakukan untuk mengetahui keabsahan dan otentisitas sumber dan memastikan suatu sumber apakah termasuk asli atau salinan. Kritik external juga dilakukan dengan melakukan komprasi atau perbandingan dengan sumber-sumber lain yang sezaman.
Kritik terhadap sumber sejarah di antaranya dapat dilakukan berdasarkan usia dan jenis budaya yang berkembang pada waktu peristiwa itu terjadi, jenis tulisan, huruf, dan lain-lain. Diperlukan pengetahuan yang bersifat umum dalam mengetahui sifat dan konteks zaman.

C.   Generalisasi

Generalisasi adalah pekerjaan menyimpulkan dari yang khusus kepada yang umum. Generalisasi yang tersedia bisa menjadi dasar penelitian bila sifatnya sederhana dan merupakan accepted history atau sejarah yang sudah diterima umum.
Generalisasi bagaimanapun sederhananya, pemakaiannya tetap harus dibatasi supaya sejarah tetap empiris. Tujuan generalisasi adalah saintifikasi (menarik kesimpulan umum) dan simplifikasi (upaya penyederhanaan).

Macam-macam Generalisasi

1.            Generalisasi Konseptual

Adalah generalisasi yang berupa konsep untuk menggambarkan fakta. Semua istilah-istilah sejarah tersebut mempunyai denotasi dan konotasi sendiri. Konsep-konsep yang menggambarkan fakta tersebut tidak harus diambil dari ilmu lain, sejarah juga memiliki hak untuk membuat konsep sendiri. Seperti konsep “renaissance” untuk memberi symbol kepada zaman kebangkitan kembali nilai-nilai kemanusian.

2.            Generalisasi Personal

Adalah generalisasi yang menunjukkan cara berfikir yang menyamakan bagian dengan keseluruhan.

3.            Generalisasi Tematik

Adalah generalisasi yang menganalisis sebuah kasus dari tema yang ada. Misalnya; buku tentang biografi Pak Soeharto yang seolah-olah membuat kesimpulan umum tentang psikology Pak Harto.

4.            Generalisasi Spasial

Adalah generalisasi yang diklasifikasikan tentang sebuah tempat. Seperti contoh bahwa orang luar kota selalu membayangkan bahwa setiap hari orang Yogya makan tempe bacem, dan contoh-contoh yang lainnya.

5.            Generalisasi Periodik

Adalah generalisasi yang dilakukan untuk menyederhanakan penyebutan terhadap kurun waktu tertentu. Karena apabila membuat periodesasi, kita akan sampai pada perumusan kesimpulan umum mengenai sebuah periode. Contoh: periodesasi sejarah politik dapat berbeda dengan periodesasi sejarah sosial.

6.            Generalisasi Kausal

Adalah generalisasi yang membuat tentang sebab-sebab berkesinambungan, perkembangan, pengulangan, dan perubahan sejarah. Contoh: kesimpulan umum tentang sebab-sebab seseorang berubah.

7.            Generalisasi Determinisme

Adalah generalisasi yang memastikan bahwa hanya satu saja yang menyebabkan semua kejadian sejarah, disebut determinisme secara filosofis.
Determinisme terbagi dua, yaitu: wilayah idealism (penggerak sejarah adalah ide) dan materialism (penggerak sejarah adalah materi). Idealism diwakili oleh Hegelianisme, sedangkan materialism diwakili oleh Marxisme.

8.            Generalisasi Sejarah

Adalah generalisasi yang selau bersifat aposteriori artinya generalisasi yang sudah melewati proses pengamatan (Bahasa latin posteriori berarti berkelanjutan). Contoh: Masyarakat Banten dan Madura sama-sama pemeluk Islam yang fanatic, tetapi Banten, dalam sejarahnya, sering diwarnai pemberontakan, sedangkan Madura, jarang terjadi pemberontakan.

9.            Generalisasi Kultural

Adalah generalisasi yang dilakukan untuk melihat peristiwa secara sederhana dari sisi budaya. Contoh: dibuangnya Kyai Ahmad Rifa’I, ualam’ dari kalisasak, ke Ambon pada tahun 1895, karena perlawanan terhadap patrimonialisme dilakukan karena ajaran islam selalu ditulis dalam tembang-tembang dan perlawanan terhadap kolonialisme dinyatakan dalam bentuk yang konkret, berupa penolakan terhadap penghulu yang diangkat oleh pemerintah colonial.

10.       Generalisasi Sistemik

Adalah generalisasi yang memberikan kesimpulan umum tentang suatu system dalam sejarah. Generalisasi jenis ini dilakukan dengan menggambarkan sebuah system. Contoh: hubungan Antara Afrika, Amerika, dan Eropa dalam sejarah ekonomi sebelum Perang Saudara (1861-1865) dapat digambarkan sebagai sebuah system.

11.       Generalisasi Struktural

Adalah generalisasi yang menyusun peristiwa yang sudah diketahui. Contoh: seperti yang sering kita dengar bahwa orang-orang asing lebih mengetahui tentang struktur Indonesia daripada orang Indonesia sendiri. Ternyata, orang-orang asing telah mempelajari dengan cermat struktur kita, susunan kita, gerak-gerik tubuh kita, cara diam kita, mereka telah membuat generalisasi struktural tentang Indonesia. Begitu pula Indonesia, yang lebih cermat mempelajari tentang struktur bangsa lain dari pada bangsa sendiri.

D.   Interpretasi

Setelah fakta” disusun, dilakukanlah interpretasi. Interpretasi sangat esensial dan krusial dalam metodologi sejarah[23]. Interpretasi atau penafsiran bersifat individual, sehingga seringkali subjektif. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang sang penulis.
Fakta-fakta sejarah yang berhasil dikumpulkan belum bnyak bercerita. Fakta-fakta tersebut harus disusun dan digabungkan satu sama lain sehingga membentuk sebuah cerita peristiwa sejarah. Hubungan kausalitas antar fakta-fakta menjadi penting untuk melanjutkan pekerjaan melakukan interpretasi. Orang sering kali mengalami kegagalan interpretasi yang disebabkan beberapa fakta yang ternyata tidak memilliki kausalitas, misalnya dalam menginterpretasikan sejarah politik kolonial bangsa Eropa.
Dalam melakukan interpretasi, fakta-fakta yang akan digunakan harus diseleksi dahulu, mana fakta yang mempunyai hubungan kausalitas antara satu dengan lainnya.
Sebagai kelanjutan dari proses sebelumnya, interpretasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1.      Interpretasi Analisis, yaitu dengan mengurai kata satu persatu sehingga memperluas perspektif terhadap fakta tersebut.
2.      Interpretasi Sintesis, yaitu dengan mengumpulkan beberapa fakta dan menarik kesimpulan dari fakta-fakta itu.
Dari proses kedua cara tersebut dapat dibedakan, tetapi hasil yang diharapkan sama. Namun demikian, istilah dalam kajian sejarah selalu menikuti historical analysis dan historical interpretation, jarang menggunakan historical synthesis.
Dalam melakukan interpretasi, penulis juga dituntut untuk imaginatif. Penulis diharapkan berimajinasi agar dapat masuk dan merasakan apa yang terjadi dalam kurun waktu tersebut.
Beberapa interpretasi mengenai sejarah yang muncul dalam aliran-aliran filsafat dapat di kelompokkan sebagai berikut:
1.      Interpretasi Monistik, ialah interpretasi yang bersifat tunggal atau suatu penafsiran yang hanya mencatat peristiwa besar dan perbuatan orang yang terkemuka. Interpretasi ini meliputi:
a.       Interpretasi teologis, yang menekankan pada takdir Tuhan.
b.      Interpretasi Geografis, yang peranan sejarah ditentukan oleh factor geografis.
c.       Interpretasi Ekonomi, yang secara deterministik menunjukkan bahwa factor ekonomi sangat berpengaruh.
d.      Interpretasi Rasial, yang penafsirannya ditentukan oleh peranan rasa tau suku bangsa.
2.      Interpretasi Pluralistik, interpretasi semacam  ini dimunculkan oleh para filosof abad ke-19 yang mengemukakan bahwa sejarah akan mengikuti perkembangan-perkembangan sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang menunjukkan pola peradaban yang bersifat multikompleks.
Ilmu sejarah adalah ilmu yang bersifat terbuka seperti ilmu-ilmu lainnya. Sejarah akan menerima penemuan-penemuan baru lainnya asalkan bisa dipertanggung jawabkan secara metodologis.

E.   Historiografi

Historiografi adalah fase akhir dalam proses penelitian sejarah. Penulisan sejarah (historiografi) merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan[24]. Penulisan sejarah merupakan representasi kesadaran penulis sejarah dalam masanya[25].
Pengikasan sejarang itu jelas sebagai suatu kenyataan subjektif, karena setiap orang dapat mengwmukakan pendapatnya terhadapa apa yang telah terjadi itu dengan berbagai interpretasi yang erat kaitannya dengan sikap hidup, pendekatan dan orientasinya.
Penulis sejarah yang menganut relativisme historis, mengedepakan sikap netral dalam penulisan sejarah. Kecendrungan subjektif selalu mewarnai bentuk-bentuk penulisan sejarah. Hal ini karena, kerangka pengungkapan atau penggambaran atau penggambaran atas kenyataan sejarah itu ditentukan oleh penulis sejarah atau sejarawan akademis, sedangkan kejadian sejarah aktualitas itu juga dipilih dengan konstruksi menurut kecendrungan seorang penulis.
Ibnu Khaldun menyatakan bahwa, terdapat beberapa factor yang dianggap sebagai kelemahan dalam penulisan sejarah (historiografi), yaitu:
1.      Sikap pemihakan kepada penukil berita sejarah.
2.      Sejarawan terlalu percaya pada penukil bertia sejarah.
3.      Sejarawan gagal menangkap maksud dari apa yang didengar dan dilihat serta menurunkan laporan atas  dasar kekeliruan yang salah.
4.      Sejarawan memberikan asumsi tak beralasan tentang sumber berita.
5.      Ketidaktahuan sejarawan dalam mencocokan keadaan dengan kebenaran yang sebenarnya.
6.      Kecendrungan sejarawan untuk mendekatkan diri kepada penguasa atau orang yang berpengaruh.
7.      Sejarawan tidak mengetahui watak berbagai kondisi yang muncul dalam peradaban.
Kepribadian sejarawan merupakan factor dominan yang dapat menjuruskan penulisan sejarah menjadi subjektif, maka sudah sepatutnya seluruh kesadaran sejarawan hendaknya diselimuti oleh system kebudayaan.
Hasil penulisan sejarah tidak seluruhnya relative, karena dalam karya seperti  itu dapat pula diperoleh hal-hal yang absolut, yakni yang tidak diragukan keshashihannya.
Penafsiran terhadap peristiwa sejarah akan beragam dalam historiografi, yang barang kali jumlahnya sebanyak oaring yang menulisnya.

Sejarah Singkat Perkembangan Historiografi di Indonesia

Dalam perkembangan historiografi di Indonesia, terdapat beberapa corak yang memiliki karakteristik yang berbeda. Jenisnya, Antara lain: historiografi tradisional (cenderung masih didominasi oleh aspek magic religious, kisah sejarahnya adalah milik kolektif), historiografi colonial (menonjolkan peranan bangsa Belanda dan memberikan tekanan pada ospek politis, ekonomis, dan institusional, kisah sejarahnya cenderung bersifat mitos), dan historiografi nasional. Ketiga corak tersebut belum bertitik tolak dari kepentingan ilmiah.
Setelah proklamasi, terdapat upaya dominan untuk melihat sejarah dari aspek nasional.historiografi ang berkembang adalah sejarah ideologis yang menanamkan suatu nilai terutama semangat nasionalisme, heroism, dan patriotism.
Historiografi Indonesia modern mulai diperkenalkan sekitar tahun 1957, tepatnya pada saat penyelenggaraan Seminar Sejarah Nasional pertama di Yogyakarta. Tahun itu dianggap sebagai titik tolak kesadaran sejarah baru.

F.    Eksplanasi

Eksplanasi merupakan perluasan pertanyaan faktual untuk mengetahui alasan dan jalannya sebuah peristiwa. Mengapa dan Bagaimana merupakan pertanyaan analistis-kritis yang juga menuntut jawaban yang analistis-kritis yang bermuara pada penjelasan dan sintesis sejarah.

Model - Model Eksplanasi

1.      Kausalitas

Model ini berupaya menjelaskan peristiwa sejarah dengan merangkai berbagai fakta dalam sintesis hubungan sebab akibat (cause-effect).
Penjelasan dalam hukum kausualitas dimulai dengan mencari sejumlah sebab untuk peristiwa yang sama. Sebab yang banyak tersebut disebut kemajmukan sebab (multiplicity of causes).

2.      Covering Law model

Model ini berpendapat bahwa setiap penjelasan dalam sejarah harus bisa diterangkan oleh hukum umum (general law) atau hipotesis universal (universal hypothesis) atau hipotesis dalam bentuk universal (hypothesis of universal form).
Menurut teori CLM, tidak ada perbedaan antara ilmu alam dengan sejarah. Penjelasan sejarah diperoleh dengan menempatkan peristiwa-peristiwa itu di bawah hipotesis, teori, dan hukum umum.

3.      Hermeneutika

Hermeneutika menkankan secara jelas antara ilmu alam dengan ilmu kemanusiaan. Penganut hermeneutika berpendapat bahwa perbuatan manusia hanya bisa diterangkan dengan kajian ideografik (kekhususan, partikularistik) daripada nomotetik (keumuman, generalistik).
Pengertian hermeneutika erat hubungannya dengan penafsiran teks-teks dari masa lalu dan penjelasan pelaku sejarah.

4.      Model Analogi

Analogi berperan penting dalam proses kreativitas intelektual. Analogi berperan ke dalam maupun luar. Ke dalam, analogi dapat meningkatkan suatu yang tidak disadari oleh inferensi awal ke tingkat rasional alam pikiran. Ke luar, analogi bekerja sebagai pengalihan pikiran seseorang kepada orang lain.
Penggunaan analogi dalam eksplanasi sejarah berpotensi menimbulkan kekeliruan. Karena itu, sejarawan dituntun lebih selektif dalam menggunakannya.
Analogi juga berkaitan dengan metafora. Beberapa contoh metafora sejarah, Antara lain: (1) Machiavellian, diambil dari nama Niccolo Machiavelli untuk menggambarkan dokrin politik seseorang yang menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuan politiknya; (2) Cut the Gordian Knot, dari nama Raja Gordius dari Phrygia kuno untuk menggambarkan penggunaan cara-cara drastic tanpa bersussah payah; (3) Pyrrhic Victiry, dari nama Raja Pyrrhus dari Epirus untuk menggambarkan sebuah kondisi dimana kemenangan perang diperoleh dengan kerugian besar; (4) Carthaginian Peace, dari nama Kartago yang dilakukan Romawi untuk menghindari kebangkitan sebuah kekuatan.

5.      Model Motivasi

Eksplanasi model motivasi dibagi atau dua bagian:
1)      Bentuk eksplanasi kausal, suatu perbuatan inteligen, sedangkan sebab merupakan pikiran dibelakang perbuatan itu.
2)      Bentuk tingkah laku yang berpola, menekankan penggunaan pendekatan psikohistori yang berpijak pada teori psikoanalisis dai Sigmund Freud.
Kelemahan pendekatan ini terletak pada keterbatasan-keterbatasan metode psikoanalisis sendiri, selain prosedur historiografi yang kurang memadai. Kecendrungan sejarawan tetap pada eksplanasi rasional yang dikungkung dalam metode historisme[26].



DAFTAR PUSTAKA


Madjid, M. Dien. Pengantar Ilmu Sejarah. Ciputat. UIN Jakarta Press. 2013.
Rochmat, Saefur. Ilmu Sejarah dalam Perspektif Ilmu Sosial.Yogyakarta. Graha Ilmu. 2009.
­­­Usman, Dr, Hasan. Manhaj al-Bahth al-Tarihi atau metode Penelitian Sejarah. Terj. Umar. Drs. H. A. Muin. Jakarta.  1986.
Tamburaka M.A, Prof. Drs. H. Rustam E. Pengantar Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah –Sejarah Filsafat dan IPTEK. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta. 2002.


[1] Sanusi Pane, 1952: 7
[2] Tan Malaka, 1926: 5
[3] R. Moh. Ali, Pengantar Ilmu Sejarah, 2005: 80
[4] Saefur Rochmat, Ilmu Sejarah dalam perspektif ilmu sosial, 2009: 126-128.
[5] Saefur Rochmat, Ilmu Sejarah dalam perspektif ilmu sosial, 2009: 128.
[6] Ibid, 129-133.
[7] R. Moh. Ali, Pengantar Ilmu Sejarah, 2005: 81
[8] R. Moh. Ali, Pengantar Ilmu Sejarah, 2005: 83
[9] Ibid, 84
[10] Ibnu Khaldun[10] (1332-1406) adalah seorang sarjana Arab yang tersohor, ia dipandang sebagai ahli ilmu teori sejarah yang pertama
[11] Ibnu khaldun, An Arab Philosophy of History, terjemahan dan suntingan Bahasa Inggris oleh Charles Issawi M. A., 1950: 26, 30
[12] seorang filosof dan sejarawan Italia dari Napoli, guru besar dalam rhetorica, sejarawan istana
[13] Sidi Gazalba, Pengantar Ilmu Sejara, 1966:61
[14] pengarang kitab Der Untergang des Abendlandes (Keruntuhan Dunia Barat) yang sempat menggeparkan para cendikiawan Eropa-Amerika,
[15] Sarjana Inggris yang mengarang buku A study of History (terbit th. 1933) yang terdiri dari 12 jilid.
[16] Hasil kesimpulan dari penyelidikan 21 kebudayaan yang sempurna dan 9 kebudayaan yang kurang sempurna.
[17] A study of history, Vol. III. 1934:221.
[18] Seorang sarjana Rusia yang mengungsi ke Amerika Serikat sejak Revolusi Komunis (1917)
[19] Prof. Drs. H. Rustam E. Tamburaka, MA, Pengantar Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah, 2002:52
[20] Prof. Drs. H. Rustam E. Tamburaka, Pengantar Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah, MA, 2002:54-55
[21] Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, 1992:1-4
[22] G. J. Garraghan, 1957: 103-142.
[23] Suhartono W. Pranoto, 2010:56.
[24] Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, 1999:67.
[25] Satono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, 1982: XIV
[26] D. H. Fischer, Historians’ Fallacies, 1970:188-189.



 Nb: Mohon bantuannya yaa semuanya, resume ini masih banyak kekurangan. Jadi, tolong bagi-bagi pengetahuannya yaa .. ^_^
Terima kasih semuanya .. ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong bantu komentarnya yaa ..