TEORI GERAK SEJARAH DAN METODOLOGI SEJARAH
Resume ini
diajukan untuk memenuhi tugas UAS
Mata Kuliah
Pengantar Ilmu Sejarah semester 1
Dosen:
Bapak M. Dien
Madjid
Dewi Mahmudah Ni’matul
(1113022000008)
Fakultas Adab dan Humaniora
Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
2013
Daftar Isi
TEORI GERAK SEJARAH
A. Penjelasan Teori Gerak Sejarah
Ilmu
sejarah bisa juga disebut sebagai “ilmu
serba teori”, karena ilmu sejarah menyelidiki tentang dasar-dasar
pengertian sejarah dan berbagai macam masalah sejarah lainnya.
Salah
satu topik penting yang dibahas oleh para sejarawan adalah masalah manusia
dalam sejarah, yaitu tentang kebebasan manusia atau peranan manusia dalam
sejarah. Masalah yang berkaitan dengan filsafat sejarah tersebut tidak dapat
dipecahkan secara absolut, karena memiliki jawaban yang bersifat relative atau tidak absolut.
Menganalisis
sejarah (kejadian sejarah) berarti mencari hakekat dari kejadian-kejadian
tersebut. Hasil analisis tersebut akan disusun dan diceritakan kembali dalam
cerita sejarah. Analisis sejarah yang objektif,bila analisis itu didasarkan
pada sumber-sumber yang ditemukan, peranan pikiran manusia yang menganalisis
(subjek), maka hanya terbatas pada kemampuan mencari adanya hubungan antara
cerita dan sumber-sumber sejarah tersebut.
Sejarah
manusia berarti bahwa yang berperan dalam sejarah tersebut hanya manusia.
Sejarah manusia hanya dapat dilakukan, ditulis, dan diminati oleh manusia saja.
Maka, hanya manusialah yang harus dipandang sebagai inti permasalahan tersebut.
Masalah-masalah itu muncul akibat pandangan manusia tentang dirinya:
1. Manusia
bebas menentukan nasibnya sendiri atau otonom
(Indeterminisme).
2. Manusia
tidak bebas menentukan nasibnya, nasib manusia di tentukan oleh kekuatan di
luar kekuatan dirinya. Manusia disebut heteronom
(Determinisme).
Evolusi
jasmaniah adalah evolusi kebendaan, evolusi duniawi, kefanaan, misalnya;
kemajuan teknik. Gerak sejarah tidak menuju kea rah akhirat, tetapi ke arah
kemajuan duniawi, maka dalam dunia seolah-olah tidak memerlukan Tuhan lagi,
maka timbullah faham-faham baru yang berpedoman pada evolusi tak terbatas, diantaranya
faham historical materialism atau economic determinism.
Manusia
pada dasarnya tidak otonom dalam arti luas. Kebebasan manusia sangat terbatas
oleh keharusan ekonomi. Gerak sejarah bersifat mekanis, yang akan berjalan
dengan sendirinya, dengan manusia menjadi alat dari dinamika ekonomi, sehingga seolah
tidak memerlukan bantuan Tuhan lagi.
Gerak
sejarah juga ditentukan oleh hukum alam. Kehidupan sebuah kebudayaan dan
lainnya dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum.
Ada
juga yang berpendapat bahwa gerak sejarah bisa di tentukan oleh ikhtiyar,
usaha, dan perjuangan manusia, usaha juga bisa menghasilkan perubahan nasib
yang sudah ditentukan oleh Tuhan. Maka, gerak sejarah merupakan perimbangan antara
kehendak Tuhan dan usaha manusia (perpaduan otonomi dan heteronomi).
Gerak
sejarah hanya bertujuan untuk melahirkan, membesarkan, mengembangkan, dan
meruntuhkan kebudayaan. Mempelajari sejarah bertujuan untuk mengetahui lebih
detail tentang suatu kebudayaan. Nasib suatu kebudayaan dapat diramalkan,
sehingga untuk seterusnya kebudayaan itu dapat menentukan sikap hidupnya.
Akhir
gerak sejarah adalah Kerajaan Tuhan (Civitas
Dei) bagi yang di terima Tuhan dan Kerajaan Setan (Civitai Diaboli) bagi yang ditolak oleh Tuhan.
Evolusi
dengan kemajuan tak terbatas membawa manusia setingkat demi setingkat terus ke
arah kemajuan. Sehingga dengan hati manusia melaksanakan gerak sejarah dengan
harapan akan mengalami kemajuan yang tak terhingga. Aliran inilah yang dipakai
oleh bangsa Barat, sehingga bangsa Barat mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Terdapat
pula faham historial materialism yang
menentukan masyarakat tanpa kelas adalah tujuan sejarah.
Demikianlah
sifat gerak sejarah sebagai penggerak manusia untuk menciptakan dunia baru yang
positive dan optimistis. Sejarah adalah pengalaman manusia dan ingatan tentang
pengalama-pengalaman yang diceritakan. Manusia tanpa sejarah adlah khayal.
Karena manusia dan sejarah adalah dwitunggal dan tak bisa dipisahkan.
B. Gerak Sejarah
Gerak
sejarah disebabkan oleh: manusia (jiwa besar dan khalayak) dan
kekuatan-kekuatan di luar manusia (Tuhan, dewata, kekuatan masyarakat, dan
nasib). Menurut Sanusi Pane, “Bagi
saya, sejarah adalah perjalanan wujud kehendak Tuhan bagi manusia dalam dunia
relative. Mempelajari sejarah berarti berdaya upaya dengan semangat terbatas
mengetahui kehendak Tuhan, supaya merasa, dengan terbatas, kehidupan mutlak,
supaya sanggup, dengan terbatas, hidup dan bekerja sebagai hamba Tuhan yang
lebih insyaf.”[1]
Menurut
Tan Malaka, “Kemudian sesudah ilmu
dan percobaan menjadi lebih sempurna, sesudah manusia melemparkan sebagian atau
sekaligus dari kepicikan otak (dogma, kepercayaan-kepercayaan agama), setelah
manusia menjadi cerdas dan dapat memikirkan soal pergaulan hidup, pertentangan
kelas disendikan kepada pengetahuan yang nyata. Dalam perjuangan untuk keadilan
dan politik, manusia tidak membutuhkan atau mencari-cari Tuhan lagi, atau
ayat-ayat kitab agama, tetapi langsung menuju sebab yang nyata yang merusak dan
memperbaiki penghidupannya.”[2]
Dari
dua contoh ini, jelaslah bahwa pendirian Sanusi Pane didasarkan atas
kepercayaannya kepada Tuhan. Sumber tenaga dan sebab gerak sejarah adalah
Tuhan. Mempelajari sejarah berarti berusaha mengetahui kehendak Tuhan.
Sedangkan, menurut Tan Malaka, gerak sejarah berpangkal kepada “sebab yang
nyata yang merusakkam dan memperbaiki penghidupannya”, yaitu ekonpmi atau
kekuatan-kekuatan produksi.
Inilah
bukti bahwa maslah-masalah dalam sejarah tidak dapat dijawab dengan satu
jawaban tertentu. Semua jawaban mungkin betul (relative); suatu jawaban pasti (absolute)
betul bagi orang yang mempercayainya.[3]
Faktor-faktor
penggerak sejarah adalah: manusia, geografis, kebudayaan, dan kekuatan
supernatural (metafisik)[4].
Ada dua penafsiran berkaitan dengan faktor-faktor atau pendorong gerak sejarah,
yaitu:
1. Determinisme
2. Kemauan
bebas (free will) dan keputusan bebas
(free determination).
Bila
faktor-faktor penggerak sejarah tidak berasal dari kemauan dan keputusan yang
bebas. Maka, akan melahirkan filsafat sejarah yang deterministik (sejarah
deterministic menolak semua penyebab yang berdasarkan kebebasan manusia dalam
menentukan dan mengambil keputusan sendiri dam menjadikan manusia sebagai
robot)[5].
Diantara bentuk-bentuk penafsiran deterministik itu
adalah:
1. Determinisme
Rasial, cara memilih suatu ilmu yang bersifat fisik pada diri manusia sebagai
factor pengontrol dalam sejarah manusia.
2. Determinisme
Geografi, pengontrol sejarah adalah factor geografis seperti iklim, tanah, dan
sumber daya alam lainnya.
3. Determinisme
Ekonomi, penggerak sejarah bangsa adalah factor ekonomi suatu bangsa.
4. Penafsiran
(Teori) “Orang Besar”, factor penyebab utama perkembangan sejarah ialah
tokoh-tokoh besar.
5. Penafsiran
Spiritual (Idealistik), penafsiran ini erat hubungannya dengan peran jiwa (spirit, soul) dan cita-cita manusia
dalam perkembangan sejarah.
6. Penafsiran
Ilmu dan Teknologi, penafsiran ini melihat bahwa perkembangan manusia mempunyai
hubungan langsung dengan perkembangan ilmu alam dan teknologi.
7. Penafsiran
Sosiologi, penafsran ini mencoba melihat asal-usul, strukktur, dan kegiatan
masyarakat manusia dalam interaksinya dengan lingkungan fisik.
8. Penafsiran
Sintesis, penafsiran ini mencoba menggabungkan semua factor atau tenaga menjadi
penggerak sejarah[6].
B.1. Gerak Sejarah Menurut Hukum Fatum (nasib)
Pemikiran
Barat didasari oleh pemikiran Yunani. Alam raya ini terbagi dua, yaitu; alam
kecil atau mikro kosmos = manusia dan alam besar atau makro kosmos = di luar
manusia.
Alam
raya dan alam manusia dikuasai oleh nasib, yaitu kekuatan gaib yang menguasai
makrokosmos dan mikrokosmos. Hukum alam yang menjadi dasar dari segala hukum
kosmos ialah hukum lingkaran atau hukum siklus. Setiap kejadian, setiap
peristiwa akan terjadi lagi, dan terulang lagi.
Hukum
siklus berarti bahwa setiap kejadian peristiwa tentu akan terulang. Menurut R. Moh. Ali, “Di dunia tidak terdapat sesuatu (peristiwa) baru, segala sesuatu tentu
terulang menurut siklus.”[7]
Hukum
siklus di Indonesia disebut Cakramanggilingan,
yaitu bahwa manusia tidak dapat melepaskan diri dari cakram itu dan bahwa
segala kejadian peristiwa berlangsung dengan pasti.
Cakram
adalah lambang nasib (qadar) yang
berputar terus serba abadi tanpa putus-putusnya. Nasib adalah kekuatan tunggal
yang menentukan gerak sejarah. Manusia terpaku erat dengan cakram, bergerak
seirama dengan cakram dan hanya menjalani nasib yang sudah ditentukan. Menurut
orang Yunani, tak ada gunanya memikirkan hal yang tak dapat diubah.
Masa
lampau telah terjadi menurut kodrat alam, dan tak bisa dirubah lagi. Masa yang
akan datang akan terjadi seperti yang telah di takdirkan. Manusia tidak akan
bisa mengubah takdir. Jadi, untuk apa mengkhawatirkannya?
Nasib
atau fatum bagi orang Yunani
merupakan kekuatan tunggal yang tak dikenal dan tak perlu dikenal. Penggerak
kosmos diterima sebagai pemberian dengan gembira, amor fati (cintailah nasibmu).
Sifat
dari cerita sejarah ialah realistis. Menurut kenyataan dan menceritakan
peristiwa-peristiwa yang seolah-olah harus terjadi begitu.
B.2. Paham Santo Augustinus
Paham
fatum Yunani berubah menjadi paham
ketuhanan dalam agama Nasrani dengan sifat-sifat yang sama;
a. Kekuatan
tunggal fatum menjadi Tuhan.
b. Serba
keharusan.
c. Sejarah
sebagai perwujudan nasib menjadi sejarah sebagai wujud kehendak Ilahi.
Kesimpulan
dari hukum cakra-manggilingan itu
ialah manusia tidak bebas menentukan nasib sendiri. Bagi alam pikiran Yunani
manusia menerima segala sesuatu dengan amor
fati;bagi alam kodrat Ilahi, pemberian Tuhan di terima dengan fiat
voluntas tua (yang menjadi kehendak Tuhan terlaksanalah).[8]
Santo Augustinus menghimpun teori
sejarah berdasarkan fiat voluntas tua. Gerak
sejarah dunia disusun berdasarkan hidup manusia.
1. Infantia
(bayi) pada zaman Adam sampai Nuh.
2. Pueritia
(kanak-kanak) pada zaman Sem, Jafet.
3. Adulescentia (pemuda)
pada zaman Abraham sampai Daud.
4. Inventus (investus)
pada zaman Daud.
5. Gravitas (dewasa,
dewasa bijaksana) pada zaman Babilonia, lahirnya Isa Al-Masih – Akhir Zaman.
Tujuan
gerak sejarah adalah terwujudnya kehendak Tuhan yaitu Civitas Dei atau kerajaan Tuhan. Tetapi, Tuhan akan mengadakan
pemilihan. Barang siapa yang meneriman kehendak Tuhan, maka dia diterima di
syurga, barang siapa yang menentangNya, maka akan menjadi penduduk neraka atau
Jahannam.
Masa
sejarah adalah masa percobaan, masa ujian bagi manusia. Kodrat Ilahi harus di terima
dengan rela dan ikhlash. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari kodrat Ilahi
atau akan dimasukkan ke civitas diabolic (kerajaan
iblis).
Terdapat
perbedaan besar antara amor fati dengan
fiat voluntas tua dalam ancaman Civita Diaboli, akan tetapi
dasar-dasarnya serupa.
B.3. Pendapat Ibnu Khaldun Tentang Sejarah
Teori
Ibnu Khaldun[10]
didasarkan pada kehendak Tuhan sebagai pangkal gerak sejarah seperti
Augustinus, akan tetapi Ibnu Khaldun tidak memusatkan pada akhirat. Menurut
Ibnnu Khaldun, sejarah adalah ilmu berdasarkan kenyataan, tujuan sejarah ialah
agar manusia sadar akan perubahan-perubahan masyarakat sebagai usaha
penyempurnaan kehidupan.
Sejarah
adalah kisah masyarakat manusia atau kisah kebudayaan dunia, yaitu kisah
perubahan-perubahan yang terjadi karena kodrat masyarakat itu. Manusia, waktu,
kota, iklim, masa, daerah, dan Negara-negara mengalami perubahan. Semua yang
ada di dunia ini mengalami perubahan.”itulah hukum yang telah ditetapkan oleh
Allah umtuk para mukmin.”[11]
Ibnu
Khaldun menyatakan bahwa, perubahan yang terjadi dalam masyarakat itu karena
qadar Tuhan. Perubahan tersebut terjadi karena adanya ‘naluri’ untuk berubah
dalam masyarakat tersebut. Dengan demikian, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa
perubahan sebagai pangkal dari kemajuan. Paham inilah yang membedakan antara
teori Ibnu Khaldun dan teori Augustinus.
Menurut
Ibnu Khaldun tujuan akhir dari gerak sejarah adalah menuju ke arah timbulnya
berbagai macam masyarakat dan Negara dengan manusianya yang menuju pada
kesempurnaan hidup. Manusia adalah pejuang perubahan, karena untuk menuju suatu
kemajuan harus terjadi perubahan. Manusia adalah ciptaan Tuhan yang mampu
menjadi subjek perubahan.
B.4. Renaissance dan Pengaruhnya
Zaman
renaissance adalah zaman kebangkitan kembali nilai-nilai kemanusiaan, gerak
sejarah di pangkalkan kepada kemajuan
(evolusi), yaitu keharusan yang memaksa segala sesuatu untuk maju, manusia
tidak lagi menjadikan surga-neraka sebagai tujuan akhir, tujuan fatum yang tidak menentu kini
diperjelas. Gerak sejarah menuju kemajuan tanpa batas yang menjadi tujuan
manusia. Ini adalah pengaruh dari pemikiran Ibnu Rusdi.
Abad
ke 18-19 merupakan suatu revolusi yang meruntuhkan kekuatan heteronomy. Sejarah
bagai sebuah medan perjuangan para manusia dan cerita sejarah adalah epos
perjuangan untuk mencapai kemajuan. Paham yang terkenal pada zaman ini adalah
paham materialism historis atau determinisme ekonomi paham disusun oleh
Karl Marx (1818-1883) dan F. Engels (1820-1895). Paham ini menerangkan bahwa pangkal gerak sejarah adalah ekonomi.
Pada
Abad ke-20, materialism historis diperjuangkan
oleh Partai Komunis (PK). PK memandang dirinya sebagai barisan pelopor kaum marhaen yang akan mengubah masyarakat
menjadi masyarakat tanpa kelas.
B.5. Gerak Sejarah Menurut Giovanni Battista Vico
Menurut
Giovanni Battista Vico[12],
gerak sejarah itu berbentuk spiral. Jadi, selalu ada pengulangan dalam sejarah,
tapi tidak pada titik yang sama, melainkan ke titik yang lebih tinggi, lebih
maju.
Teori
Vico dapat dianggap sebagai sintesa dari gerak lingkar dan proses salikg
hubung, antara pendapat sejarah yang selalu berulang dan yang mengatakan bahwa
sejarah hanya berlaku sekali. Vico menyatukan ulangan dengan urutan atau
ulangan dengan perkembangan.[13]
B.6. Tafsiran Sejarah Menurut Oswald Spengler
Menurut
Oswald Spengler[14],
gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam yang disebut nasib, fatum atau Schicksal dalam Bahasa Jerman. Dalil Oswald ialah kehidupan sebuah
kebudayaan dalam segala-galanya sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan, dan
prikehidupan manusia.
Hukum
itu, tampak pada siklus-siklus berikut:
§ Alam:
musim semi- musim panas- musim rontok- musim dingin.
§ Manusia:
masa muda- masa dewasa- masa puncak- masa tua.
§ Tumbuhan:
masa pertumbuhan- masa berkembang- masa berubah- masa rontok.
§ Hari:
pagi- siang- sore- malam.
§ Kebudayaan:
pertumbuhan- perkembangan- kejayaan- keruntuhan.
Tiap-tiap
masa pasti dating sesusai masanya, itulah keharusan alam, itulah yang pasti
terjadi. Manusia hanya bisa menerimanya.
Siklus
terdiri dari 4 bagian/masa: tumbuh, berkembang, jaya, dan runtuh, begitu
seterusnya. Tujuan gerak sejarah adalah: melahirkan, membesarkan,
mengembangkan, meruntuhkan kebudayaan. Oleh sebab itu, keruntuhan suatu budaya bisa
diramalkan terlebih dahulu berdasarkan perhitungan.
Oswald
mengadakan perbedaan antara kultur dengan zivilisation
(civilization). Kultur adalah
kebudayaan yang masih hidup, dapat tumbuh dan berkembang. Sedangkan Zivilization ialah kebudayaan yang sudah
mati.
Mempelajari
sejarah tujuannya ialah mengetahui diagnose
atas tingkat suatu kebudayaan. Sesudah diagnose
itu ditentukan, nasib kebudayaan itu dapat diramalkan sehingga untuk
selanjutnya pemilik kebudayaan itulah yang menentukan sikap hidupnya.
B.7. Tafsiran Arnold J. Toynbee
Arnold
Toynbee[15]
menyimpulkan bahwa dalam gerak sejarah tidak terdapat hukum tertentu yang
menguasai dan mengatur timbul tenggelamnya kebudayaan dengan pasti.[16]
Toynbee tidak membedakan antara civilization
dan culture sebagai istilah yang
berbeda, keduanya diambil seperti sinonim. “The
words civilization and culture, do not only indicate a special quality of a
society or commonwealth, but also signify the general society or commonwealth
it self.”[17]
Menurut
Toynbee, kebudayaan (civilization)
ialah wujud daripada kehidupan suatu golongan seluruhnya. Menurut Toynbee,
gerak sejarah berjalan melalui tingkatan seperti berikut:
1) Genesis of civilization
atau lahirnya kebudayaan.
2) Growth of civilization atau
perkembangan kebudayaan.
3) Decline of civilization atau
keruntuhan kebudayaan:
a) Breakdown of civilization atau
kemerosotan kebudayaan.
b) Disintegration of civilization
atau kehancuran kebudayaan.
c) Dissolution of civilization atau
hilang dan lenyapnya kebudayaan.
Suatu kebudayaan terjadi apabila manusia bisa
menjawab tantangan dari alam sekitarnya. Pertumbuhan dan perkembangan suatu
kebudayaan itu di gerakkan oleh kaum minoritas yang kuat, sedangkaum mayoritas
hanya menirunya saja. Karena, kebudayaan akan tercipta apabila kaum minoritas
itu kuat. Apabila kau minoritas itu lemah dan kehilangan daya menciptanya, dan
tak bisa menjawab tantangan-tantangan alam, maka keruntuhan (decline) mulai tampak. Keruntuhan itu
terjadi dalam tiga masa, yaitu:
1.
Kemerosotan kebudayaan (breakdown).
2.
Kehancuran kebudayaan (disintegration).
3.
Lenyapnya kebudayaan (dissolution).
Jarak antara tiga masa ini bisa terbentang hingga
mencapai 2000 tahun. Pada masa breakdown sebelum
masa disintergration terjadi, sering terdapat usaha untuk
menghentikan kehancuran yang dipimpin oleh jiwa-jiwa besar. Usaha itu mungkin
bisa berhasil apabila kebudayaan itu mengganti segala norma-norma kebudayaan
itu dengan norma-norma ketuhanan. Kembali mencari cara untuk mencapai Civitas Dei (Kerajaan Tuhan).
B.8. Teori Pitirim Sorokin
Menurut
Pitirim Sorokin[18],
gerak sejarah menunjukan fluctuation from
age to age, yaitu fluktuasi atau naik turun, pasang surut, timbul tenggelam
dengan ganti berganti.
Sorokin
menyatakan tentang adanya cultural
universe atau alam kebudayaan dan di dalam alam kebudayaan itu terdapat
masyarakat-masyarakat dan aliran-aliran kebudayaan. Dalam alam yang seluas itu
terdapat tiga corak tertentu, yaitu:
1. Ideational, yaitu;
mengenai kerohanian, ketuhanan, keagamaan, dan kepercayaan.
2. Sensate, yaitu;
serba jasmaniah, duniawi, berpusatkan panca indera.
3. Ideatistic (ideational-sensate), yaitu;
suatu kompromi.
Tiga jenis corak
tersebut adalah suatu cara untuk menghargai dan menentukan nilai suatu
kebudayaan.
Apabila sifat ideational dipandang lebih tinggi
nilainya daripada sifat sensate dan
sifat idealistic ditempatkan
diantaranya, maka terdapatlah gambaran naik turun, pasang surut sejarah tidak
menunjukkan irama dan gaya yang tetap dan tertentu. Sorokin dalam menafsirkan
gerak sejarah tidak mencari pangkal sejarah atau muara gerak sejarah. Ia hanya
melukiskan prosesnya atau jalannya, karena itulah yang menunjukkan
sifat-sifatnya.
Prof. Beerling
mengatakan dalam bukunya filsafat dewasa
ini 1 bahwa sejarah ialah cerita dari kemajuan. Faktor-faktor yang
menentukan gerak evolusi menjadi sebuah masalah yang menimbulkan beberapa
teori:
1) Teori
gerak sejarah bagi masyarakat yang bersahaja atau masyarakat primitive, evolusi
ditentukan oleh kebudayaan dinamisme dan animisme.
2) Dalam
kebudayaan politeisme gerak sejarah ditentukan oleh dewa-dewa.
3) Dalam
kebudayaan monnoteisme, gerak sejarah ditentukan oleh Tuhan.
4) Gerak
sejarah ditentukan oleh hukum alam (fatum)
atau takdir.
5) Determinisme.
6) Gerak
sejarah ditentukan oleh manusia itu sendiri.
7) Gerak
sejarah ditentukan oleh materi (Karl Marx di dalam historis Materialism)[19]
B.9. Teori Sejarah Menurut William H. Frederick
William
mengemukakan tiga teori utama sejarah, yaitu:
1.
Teori
perputaran, yang mengatakan bahwa pola kejadian dan
ide mengenai manusia terbatas sama sekali dan diulangi pada selang waktu
tertentu.
2. Teori takdir, yang
mengatakan bahwa semua kejadian berasal dari ikut campurnya takdir atau Allah.
3. Teori kemajuan, yang
berpusatkan pada penyebab kejadian manusia, dan selajutnya waktu, lalu
peradaban yang mengalami perbaikan.
Tiga teori sejarah yang dikemukakan Frederick sesuai
dengan aliran atau konsepsi penglihatan sejarawan yang berpengaruh dalam ilmu
sejarah, yaitu:
1. Aliran
yang memandang seluruh kejadian hanya pengulangan belaka.
2. Aliran
yang memandang bahwa seluruh kejadian merupakan kehendak Tuhan.
3. Aliran
yang melihat seluruh kejadian sejarah adalah suatu garis yang membawa ke arah kemajuan.
B.10. Teori Sejarah Menurut Murtadha Mutachari
Murtadha
mengemukakan enam teori gerak sejarah, yaitu:
1. Teori
raisal, teori yang beranggapan bahwa ras-ras tertentu merupakan penyebab
kemajuan sejarah.
2. Teori
geografis, teori yang beranggapan bahwa lingkungan fisik adalah penyebab
terciptanya peradaban dan budaya.
3. Teori
peranan jenius dan pahlawan, teori yang beranggapan bahwa orang-orang jenius
lah yang membawa perubahan dan perkembangan ilmu.
4. Teori
ekonomi, teori yang mengemukakan bahwa ekonomi adalah factor penggerak sejarah.
5. Teori
keagamaan, teori yang mengemukakan bahwa semua kejadian di dunia ini berasal
dari Tuhan.
6. Teori
alam, teori yang mengatakan bahwa manusia memiliki sifat tertentu yang
bertanggung jawab atas watak evolusioner kehidupan masyarakat.
Gerak
sejarah itu ditandai dengan perubahan-perubahan manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia bisa tetap berusaha untuk mencapai kemajuan, tapi tetap ada kekuatan di
luar kemampuan manusia seperti Tuhan yang sudah menentukan kehendak.
Pemahaman
tentang teori gerak sejarah dimaksudkan agar manusia mempunyai gambaran tentang
kehidupannya yang menentukan arah gerak sejarah. Karena, terdapat satu titik
dimana manusia berada di posisi yang tidak dapat berbuat apa-apa.
C. Sifat Gerak Sejarah
Teori-teori
yang memberikan arah dan tujuan tentang gerak sejarah dapat disimpulkan menjadi
demikian:
1) Tanpa
arah tujuan.
2) Pelaksanaan
kehendak Tuhan.
3) Usaha
dan perjuangan dapat menghasilkan perubahan nasib yang sudah ditentukan.
4) Evolusi
dengan kemajuan yang tidak terbatas.
5) Paham
historical materialism (masyarakat
tanpa kelas).
6) Reaksi
terhadap paham-evolusi itu menghasilkan beberapa aliran baru sebagai berikut:
a.
Aliran menuju ketuhanan.
b. Aliran
irama gerak sejarah.
c.
Aliran kemanusiaan.
Di
dalam buku “Pengantar Ilmu Sejarah” karya Prof. Drs. H. Rustam, dikatakan bahwa
ada tiga aliran konsepsi pengkajian sejarah yang berpengaruh dalam ilmu sejarah:
1.
Aliran
pertama,aliran yang memandang kejadian sejarah sebagai
pengulangan (syclic) dari kejadian
terdahulu. Menurut pandangan ini, sejarah tidak mempunyai tujuan dan taka da
perkembangan. Manusia hanya menunggu pengulangan kejadian saja, kurang berikhtiyar.
2.
Aliran
Religius, aliran ini memandang bahwa segala kejadian dalam
sejarah semata-mata karena kehendak Tuhan. Menurut agama Kristen aliran ini
dinamakan”Redemtive philosophical
viewpoint” pandangan sejarah menurut kepercayaan atau dogma sebagai
penebusan dosa, mennuju ke arah meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan.
3.
Aliran
Evolusi, aliran yang memandang seluruh kejadian sejarah
manusia adalah suatu garis yang menaik dan meningkat ke arah kemajuan dan
kesempurnaan. Aliran ini disebut “progressive
philoshopical viewpoint of history”. Aliran ini muncul pada zaman
renaissance.[20]
Kesimpulannya,
gerak sejarah adalah perjuangan manusia untuk mencapai kemajuan setinggi
mungkin, seperti terdapat pada paham evolusi tanpa batas. Perjuangan manusia
untuk memperbaiki nasibnya itu menunjukkan pasang surut, naik turun, maju
mundur dan merasakan irama kehidupan, seperti pada teori Sorokin. Menurut Dr.
Moh Iqbal, seorang filsuf Islam yang tersohor, batas-batas kemungkinan itu
adalah amr Allah, yaitu perintah Allah
yang ada dalam manusia.
Gerak sejarah bersifat positif dan optimistis. Satu
sifat yang meggerakkan manusia untuk menciptakan dunia baru yang akan membawa
perubahan-perubahan yang menakjubkan.
METODOLOGI SEJARAH
Metode adalah sebuah cara procedural untuk berbuat
dan mengerjakan sesuatu dalam sebuah system yang teratur dan terencana.
Terdapat prasyarat yang ketat dalam melakukan sebuah penelitian. Metodologi
adalah sebuah ilmu yang mengkaji tentang metode. Menurut Sartono Kartodirdjo,
metode dibedakan dengan metodologi. Metode lebih kepada cara bagaimana
memperoleh pengetahuan (how to know), sedangkan
metedologi adalah cara bagaimana mengetahui apa yang diketahui (to know how to know)[21].
Metodologi harus memperhatikan kerangka pemikiran
tentang konsep, kategori, model, hipotesis, dan prosedur umum dalam sebuah
teori. Sedangkan, teori adalah kaidah yang mendasari sebuah gejala dan sudah
dilakukan vertifikasi. Dengan memahami kerangka teori dan konsep,
penulis dapat menjelaskannya secara kritis.
Terdapat dua kelompok besar aliran penulis sejarah,
yaitu:
1.
Sejarah Naratif (narrative history), yaitu penulisan
sejarah berupa narasi tanpa memanfaatkan teori dan metodologi.
2.
Sejarah Analitis
(analytical history), yaitu penulisan
sejarah yang memanfaatkan teori dan metodologi.
Untuk membuat sebuah analisis diperlukan kerangka
teori dan konsep pemikiran. Dalam penulisan sejarah naratif kerangka teori
tidak terlalu dianggap penting karena sudah secara langsung di deskripsikan.
Sedangkan, dalam penulisan sejarah analitis inilah diperlukan kehadiran teori
dan konsep. Dalam rangka penulisan sejarah analitis inilah diperlukan suatu
metode dan metodologi.
Sebagai sebuah prosedur, metode mengajukan beberapa
prasyarat, yaitu:
A. Heuristik
Berasal dari
Bahasa Yunani heuristiken yang
berarti menemukan atau mengumpulkan sumber. Sumber yang dimaksud adalah sumber
sejarah yang tersebar berupa catatan, kesaksian, dan fakta-fakta lainnya.
Bahan-bahan
sebagai sumber sejarah kemudian dijadikan alat, bukan tujuan. Dengan kata lain
orang harus mempunyai data lebih dulu untuk menulis sejarah. Kajian tentang
sumber-sumber adalah suatu ilmu tersendiri yang disebut heuristik[22].
Sumber-sumber
sejarah dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Sumber kebendaan (material
sources).
a.
Sumber tertulis (record), seperti; dokumen, arsip, dll.
b.
Sumber fisik
berupa benda, seperti; artefak, keramik, tempat kejadian, dll.
2. Sumber non kebendaan (immaterial sources), berupa tradisi, kepercayaan, dll.
3. Sumber lisan, berupa kesaksian, hikayat, dll.
Tantangan bagi seorang peneliti dalam proses
heuristik biasanya adalah:
1. Sumber tulisan.
a.
Tempat sumber
tulisan itu didapatkan.
b.
Kondisi fisik
yang sudah tua dan tidak utuh lagi.
c.
Masalah Bahasa
dan jenis tulisan.
d.
Mengenai
keberadaan sumber tersebut, sebagai sumber primer, sekunder, atau tersier.
2. Sumber benda.
a.
Ketebatasan
pengetahuan budaya mengenai kegunaan benda tersebut.
b.
Pengeetahuan
mengenai bahan serta teknik pengolahan.
c.
Kondisi fisik
yang tidak utuh lagi.
3. Sumber lisan.
a.
Status
narasumber sebagai pelaku atau saksi.
b.
Keterbatasan
informasi mengenai apa yang dilakukan, di lihat, dan di dengar.
c.
Factor kesehatan
dan usia narasumber.
d.
Tingkat
pendidikan narasumber.
e.
Keturunan/generasi
narasumber.
Sumber sejarah adalah yang bisa memberi penjelasan tentang
peristiwa masa lampau. Data dan informasi yang di dapat akan menjadi bhaan
untuk melakukan interpretasi akan sebuah peristiwa.
Seorang peneliti harus melakukan klasifikasi sumber
untuk menentukan hubungan antara sumber dan peristiwa. Selain itu, klasifikasi
juga digunakan untuk memberi peringkat keshahihan sumber tersebut.
Ada banyak cara untuk memilah informasi dalam
sejarah, Antara lain:
·
Berdasarkan
kurun waktu (kronologis).
·
Berdasarkan
wilayah (geografis).
·
Berdasarkan
Negara (nasional).
·
Berdasarkan
kelompok atau suku bangsa (etnis).
·
Berdasarkan topik
atau pokok bahasan (topical).
Dalam pemilahan tersebut, harus diperhatikan
bagaimana cara penulisannya. Perhatikan masalah temporal dan spasial dari
tema yang dipilih. Jika hal tersebut tidak dijelaskan, maka sejarawan mungkin
akan terjebak ke dalam falsafah ilmu lain, misalnya sosiologi.
Ada beberapa teknik terkait heuristik:
1. Studi
kepustakaan, studi mengenai
sumber-sumber tertulis berupa naskah, buku, serta jurnal yang diterbitkan.
2. Studi kearsipan,
arsip biasanya di dapat dari sebuah
lembaga baik Negara maupun swasta.
3. Wawancara, dapat dilakukan langsungsung dengan individu maupun
kelompok.
4. Observasi, pengamatan secara langsung di lapangan bersama
objek.
Keempat studi tersebut dapat dilakukan tanpa harus
secara tertib, tergantung pada relevansi dan kebutuhan penulis.
B. Kritik Sumber
Sumber-sumber yang telah dikumpulkan kemudian
divertifikasi atau di uji melalui serangkaian kritik, baik internal maupun
external.
a. Kritik internal, dilakukan untuk menilai kelayakan
atau kredibilitas sumber. Kredibilitas sumber biasanya mengacu pada kemampuan
sumber untuk mengungkap kebenaran suatu peristiwa.
b. Kritik ekstern, dilakukan untuk mengetahui keabsahan
dan otentisitas sumber dan memastikan suatu sumber apakah termasuk asli atau
salinan. Kritik external juga dilakukan dengan melakukan komprasi atau perbandingan dengan sumber-sumber lain yang sezaman.
Kritik terhadap sumber sejarah di antaranya dapat
dilakukan berdasarkan usia dan jenis budaya yang berkembang pada waktu
peristiwa itu terjadi, jenis tulisan, huruf, dan lain-lain. Diperlukan
pengetahuan yang bersifat umum dalam mengetahui sifat dan konteks zaman.
C. Generalisasi
Generalisasi
adalah pekerjaan menyimpulkan dari yang khusus kepada yang umum. Generalisasi
yang tersedia bisa menjadi dasar penelitian bila sifatnya sederhana dan
merupakan accepted history atau
sejarah yang sudah diterima umum.
Generalisasi
bagaimanapun sederhananya, pemakaiannya tetap harus dibatasi supaya sejarah
tetap empiris. Tujuan generalisasi adalah saintifikasi (menarik kesimpulan
umum) dan simplifikasi (upaya penyederhanaan).
Macam-macam Generalisasi
1. Generalisasi Konseptual
Adalah generalisasi
yang berupa konsep untuk menggambarkan fakta. Semua istilah-istilah sejarah
tersebut mempunyai denotasi dan konotasi sendiri. Konsep-konsep yang
menggambarkan fakta tersebut tidak harus diambil dari ilmu lain, sejarah juga
memiliki hak untuk membuat konsep sendiri. Seperti konsep “renaissance” untuk memberi symbol kepada zaman kebangkitan kembali
nilai-nilai kemanusian.
2. Generalisasi Personal
Adalah generalisasi
yang menunjukkan cara berfikir yang menyamakan bagian dengan keseluruhan.
3. Generalisasi Tematik
Adalah generalisasi
yang menganalisis sebuah kasus dari tema yang ada. Misalnya; buku tentang
biografi Pak Soeharto yang seolah-olah membuat kesimpulan umum tentang
psikology Pak Harto.
4. Generalisasi Spasial
Adalah generalisasi
yang diklasifikasikan tentang sebuah tempat. Seperti contoh bahwa orang luar
kota selalu membayangkan bahwa setiap hari orang Yogya makan tempe bacem, dan contoh-contoh yang
lainnya.
5. Generalisasi Periodik
Adalah generalisasi
yang dilakukan untuk menyederhanakan penyebutan terhadap kurun waktu tertentu.
Karena apabila membuat periodesasi, kita akan sampai pada perumusan kesimpulan
umum mengenai sebuah periode. Contoh: periodesasi sejarah politik dapat berbeda
dengan periodesasi sejarah sosial.
6. Generalisasi Kausal
Adalah generalisasi
yang membuat tentang sebab-sebab berkesinambungan, perkembangan, pengulangan,
dan perubahan sejarah. Contoh: kesimpulan umum tentang sebab-sebab seseorang
berubah.
7. Generalisasi Determinisme
Adalah generalisasi
yang memastikan bahwa hanya satu saja yang menyebabkan semua kejadian sejarah,
disebut determinisme secara filosofis.
Determinisme terbagi
dua, yaitu: wilayah idealism (penggerak sejarah adalah ide) dan materialism
(penggerak sejarah adalah materi). Idealism diwakili oleh Hegelianisme,
sedangkan materialism diwakili oleh Marxisme.
8. Generalisasi Sejarah
Adalah generalisasi
yang selau bersifat aposteriori artinya generalisasi yang sudah melewati proses
pengamatan (Bahasa latin posteriori berarti berkelanjutan). Contoh: Masyarakat
Banten dan Madura sama-sama pemeluk Islam yang fanatic, tetapi Banten, dalam
sejarahnya, sering diwarnai pemberontakan, sedangkan Madura, jarang terjadi
pemberontakan.
9. Generalisasi Kultural
Adalah generalisasi
yang dilakukan untuk melihat peristiwa secara sederhana dari sisi budaya.
Contoh: dibuangnya Kyai Ahmad Rifa’I, ualam’ dari kalisasak, ke Ambon pada
tahun 1895, karena perlawanan terhadap patrimonialisme dilakukan karena ajaran
islam selalu ditulis dalam tembang-tembang dan perlawanan terhadap kolonialisme
dinyatakan dalam bentuk yang konkret, berupa penolakan terhadap penghulu yang
diangkat oleh pemerintah colonial.
10. Generalisasi Sistemik
Adalah generalisasi
yang memberikan kesimpulan umum tentang suatu system dalam sejarah.
Generalisasi jenis ini dilakukan dengan menggambarkan sebuah system. Contoh:
hubungan Antara Afrika, Amerika, dan Eropa dalam sejarah ekonomi sebelum Perang
Saudara (1861-1865) dapat digambarkan sebagai sebuah system.
11. Generalisasi Struktural
Adalah generalisasi
yang menyusun peristiwa yang sudah diketahui. Contoh: seperti yang sering kita
dengar bahwa orang-orang asing lebih mengetahui tentang struktur Indonesia
daripada orang Indonesia sendiri. Ternyata, orang-orang asing telah mempelajari
dengan cermat struktur kita, susunan kita, gerak-gerik tubuh kita, cara diam
kita, mereka telah membuat generalisasi struktural tentang Indonesia. Begitu
pula Indonesia, yang lebih cermat mempelajari tentang struktur bangsa lain dari
pada bangsa sendiri.
D. Interpretasi
Setelah fakta” disusun, dilakukanlah interpretasi. Interpretasi
sangat esensial dan krusial dalam metodologi sejarah[23]. Interpretasi
atau penafsiran bersifat individual, sehingga seringkali subjektif. Hal ini
dipengaruhi oleh latar belakang sang penulis.
Fakta-fakta sejarah yang berhasil dikumpulkan belum
bnyak bercerita. Fakta-fakta tersebut harus disusun dan digabungkan satu sama
lain sehingga membentuk sebuah cerita peristiwa sejarah. Hubungan kausalitas
antar fakta-fakta menjadi penting untuk melanjutkan pekerjaan melakukan interpretasi.
Orang sering kali mengalami kegagalan interpretasi yang disebabkan beberapa
fakta yang ternyata tidak memilliki kausalitas, misalnya dalam menginterpretasikan
sejarah politik kolonial bangsa Eropa.
Dalam melakukan interpretasi, fakta-fakta yang akan
digunakan harus diseleksi dahulu, mana fakta yang mempunyai hubungan kausalitas
antara satu dengan lainnya.
Sebagai kelanjutan dari proses sebelumnya, interpretasi
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1.
Interpretasi Analisis, yaitu dengan mengurai kata satu persatu sehingga memperluas
perspektif terhadap fakta tersebut.
2.
Interpretasi Sintesis, yaitu dengan mengumpulkan beberapa fakta dan
menarik kesimpulan dari fakta-fakta itu.
Dari proses kedua cara tersebut dapat dibedakan,
tetapi hasil yang diharapkan sama. Namun demikian, istilah dalam kajian sejarah
selalu menikuti historical analysis
dan historical interpretation, jarang
menggunakan historical synthesis.
Dalam melakukan interpretasi, penulis juga dituntut
untuk imaginatif. Penulis diharapkan berimajinasi agar dapat masuk dan
merasakan apa yang terjadi dalam kurun waktu tersebut.
Beberapa interpretasi mengenai sejarah yang muncul
dalam aliran-aliran filsafat dapat di kelompokkan sebagai berikut:
1.
Interpretasi
Monistik, ialah interpretasi yang bersifat tunggal atau suatu penafsiran yang
hanya mencatat peristiwa besar dan perbuatan orang yang terkemuka. Interpretasi
ini meliputi:
a.
Interpretasi
teologis, yang menekankan pada takdir Tuhan.
b.
Interpretasi
Geografis, yang peranan sejarah ditentukan oleh factor geografis.
c.
Interpretasi Ekonomi,
yang secara deterministik menunjukkan bahwa factor ekonomi sangat berpengaruh.
d.
Interpretasi
Rasial, yang penafsirannya ditentukan oleh peranan rasa tau suku bangsa.
2.
Interpretasi
Pluralistik, interpretasi semacam ini
dimunculkan oleh para filosof abad ke-19 yang mengemukakan bahwa sejarah akan
mengikuti perkembangan-perkembangan sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang
menunjukkan pola peradaban yang bersifat multikompleks.
Ilmu sejarah adalah ilmu yang bersifat terbuka
seperti ilmu-ilmu lainnya. Sejarah akan menerima penemuan-penemuan baru lainnya
asalkan bisa dipertanggung jawabkan secara metodologis.
E. Historiografi
Historiografi adalah fase akhir dalam proses
penelitian sejarah. Penulisan sejarah (historiografi) merupakan cara penulisan,
pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan[24]. Penulisan
sejarah merupakan representasi kesadaran penulis sejarah dalam masanya[25].
Pengikasan sejarang itu jelas sebagai suatu
kenyataan subjektif, karena setiap orang dapat mengwmukakan pendapatnya
terhadapa apa yang telah terjadi itu dengan berbagai interpretasi yang erat
kaitannya dengan sikap hidup, pendekatan dan orientasinya.
Penulis sejarah yang menganut relativisme historis,
mengedepakan sikap netral dalam penulisan sejarah. Kecendrungan subjektif
selalu mewarnai bentuk-bentuk penulisan sejarah. Hal ini karena, kerangka
pengungkapan atau penggambaran atau penggambaran atas kenyataan sejarah itu
ditentukan oleh penulis sejarah atau sejarawan akademis, sedangkan kejadian
sejarah aktualitas itu juga dipilih dengan konstruksi menurut kecendrungan
seorang penulis.
Ibnu Khaldun menyatakan bahwa, terdapat beberapa
factor yang dianggap sebagai kelemahan dalam penulisan sejarah (historiografi),
yaitu:
1.
Sikap pemihakan
kepada penukil berita sejarah.
2.
Sejarawan
terlalu percaya pada penukil bertia sejarah.
3.
Sejarawan gagal
menangkap maksud dari apa yang didengar dan dilihat serta menurunkan laporan
atas dasar kekeliruan yang salah.
4.
Sejarawan
memberikan asumsi tak beralasan tentang sumber berita.
5.
Ketidaktahuan
sejarawan dalam mencocokan keadaan dengan kebenaran yang sebenarnya.
6.
Kecendrungan
sejarawan untuk mendekatkan diri kepada penguasa atau orang yang berpengaruh.
7.
Sejarawan tidak
mengetahui watak berbagai kondisi yang muncul dalam peradaban.
Kepribadian sejarawan merupakan factor dominan yang
dapat menjuruskan penulisan sejarah menjadi subjektif, maka sudah sepatutnya seluruh
kesadaran sejarawan hendaknya diselimuti oleh system kebudayaan.
Hasil penulisan sejarah tidak seluruhnya relative,
karena dalam karya seperti itu dapat
pula diperoleh hal-hal yang absolut, yakni yang tidak diragukan keshashihannya.
Penafsiran terhadap peristiwa sejarah akan beragam
dalam historiografi, yang barang kali jumlahnya sebanyak oaring yang
menulisnya.
Sejarah Singkat Perkembangan Historiografi di Indonesia
Dalam
perkembangan historiografi di Indonesia, terdapat beberapa corak yang memiliki
karakteristik yang berbeda. Jenisnya, Antara lain: historiografi tradisional
(cenderung masih didominasi oleh aspek magic
religious, kisah sejarahnya adalah milik kolektif), historiografi colonial
(menonjolkan peranan bangsa Belanda dan memberikan tekanan pada ospek politis,
ekonomis, dan institusional, kisah sejarahnya cenderung bersifat mitos), dan
historiografi nasional. Ketiga corak tersebut belum bertitik tolak dari
kepentingan ilmiah.
Setelah
proklamasi, terdapat upaya dominan untuk melihat sejarah dari aspek
nasional.historiografi ang berkembang adalah sejarah ideologis yang menanamkan
suatu nilai terutama semangat nasionalisme, heroism, dan patriotism.
Historiografi
Indonesia modern mulai diperkenalkan sekitar tahun 1957, tepatnya pada saat
penyelenggaraan Seminar Sejarah Nasional pertama di Yogyakarta. Tahun itu
dianggap sebagai titik tolak kesadaran sejarah baru.
F. Eksplanasi
Eksplanasi
merupakan perluasan pertanyaan faktual untuk mengetahui alasan dan jalannya
sebuah peristiwa. Mengapa dan Bagaimana merupakan pertanyaan analistis-kritis
yang juga menuntut jawaban yang analistis-kritis yang bermuara pada penjelasan
dan sintesis sejarah.
Model - Model Eksplanasi
1. Kausalitas
Model ini berupaya menjelaskan peristiwa
sejarah dengan merangkai berbagai fakta dalam sintesis hubungan sebab akibat (cause-effect).
Penjelasan dalam hukum kausualitas
dimulai dengan mencari sejumlah sebab untuk peristiwa yang sama. Sebab yang
banyak tersebut disebut kemajmukan sebab (multiplicity
of causes).
2. Covering Law model
Model ini berpendapat bahwa setiap
penjelasan dalam sejarah harus bisa diterangkan oleh hukum umum (general law) atau hipotesis universal (universal hypothesis) atau hipotesis
dalam bentuk universal (hypothesis of
universal form).
Menurut teori CLM, tidak ada perbedaan
antara ilmu alam dengan sejarah. Penjelasan sejarah diperoleh dengan
menempatkan peristiwa-peristiwa itu di bawah hipotesis, teori, dan hukum umum.
3. Hermeneutika
Hermeneutika menkankan secara jelas
antara ilmu alam dengan ilmu kemanusiaan. Penganut hermeneutika berpendapat
bahwa perbuatan manusia hanya bisa diterangkan dengan kajian ideografik
(kekhususan, partikularistik) daripada nomotetik (keumuman, generalistik).
Pengertian hermeneutika erat hubungannya
dengan penafsiran teks-teks dari masa lalu dan penjelasan pelaku sejarah.
4. Model Analogi
Analogi berperan penting dalam proses
kreativitas intelektual. Analogi berperan ke dalam maupun luar. Ke dalam,
analogi dapat meningkatkan suatu yang tidak disadari oleh inferensi awal ke
tingkat rasional alam pikiran. Ke luar, analogi bekerja sebagai pengalihan
pikiran seseorang kepada orang lain.
Penggunaan analogi dalam eksplanasi
sejarah berpotensi menimbulkan kekeliruan. Karena itu, sejarawan dituntun lebih
selektif dalam menggunakannya.
Analogi juga berkaitan dengan metafora. Beberapa
contoh metafora sejarah, Antara lain: (1) Machiavellian,
diambil dari nama Niccolo Machiavelli untuk menggambarkan dokrin politik
seseorang yang menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuan politiknya; (2) Cut
the Gordian Knot, dari nama Raja Gordius dari Phrygia kuno untuk
menggambarkan penggunaan cara-cara drastic tanpa bersussah payah; (3) Pyrrhic Victiry, dari nama Raja Pyrrhus
dari Epirus untuk menggambarkan sebuah kondisi dimana kemenangan perang
diperoleh dengan kerugian besar; (4) Carthaginian
Peace, dari nama Kartago yang dilakukan Romawi untuk menghindari
kebangkitan sebuah kekuatan.
5. Model Motivasi
Eksplanasi model motivasi dibagi atau
dua bagian:
1)
Bentuk
eksplanasi kausal, suatu perbuatan inteligen, sedangkan sebab merupakan pikiran
dibelakang perbuatan itu.
2)
Bentuk tingkah
laku yang berpola, menekankan penggunaan pendekatan psikohistori yang berpijak
pada teori psikoanalisis dai Sigmund Freud.
Kelemahan pendekatan ini terletak pada
keterbatasan-keterbatasan metode psikoanalisis sendiri, selain prosedur historiografi
yang kurang memadai. Kecendrungan sejarawan tetap pada eksplanasi rasional yang
dikungkung dalam metode historisme[26].
DAFTAR PUSTAKA
Madjid, M. Dien. Pengantar
Ilmu Sejarah. Ciputat. UIN Jakarta Press. 2013.
Rochmat, Saefur. Ilmu
Sejarah dalam Perspektif Ilmu Sosial.Yogyakarta. Graha Ilmu. 2009.
Usman, Dr, Hasan. Manhaj al-Bahth al-Tarihi atau metode Penelitian Sejarah. Terj.
Umar. Drs. H. A. Muin. Jakarta. 1986.
Tamburaka M.A, Prof. Drs. H. Rustam E. Pengantar Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah
–Sejarah Filsafat dan IPTEK. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta. 2002.
[4] Saefur Rochmat, Ilmu Sejarah dalam perspektif ilmu sosial,
2009: 126-128.
[5] Saefur Rochmat, Ilmu Sejarah dalam perspektif ilmu sosial, 2009:
128.
[6] Ibid, 129-133.
[9] Ibid, 84
[10] Ibnu Khaldun[10]
(1332-1406) adalah seorang sarjana Arab yang tersohor, ia dipandang sebagai
ahli ilmu teori sejarah yang pertama
[11] Ibnu khaldun, An Arab Philosophy of History,
terjemahan dan suntingan Bahasa Inggris oleh Charles Issawi M. A., 1950: 26, 30
[12] seorang filosof dan sejarawan
Italia dari Napoli, guru besar dalam rhetorica, sejarawan istana
[13] Sidi Gazalba, Pengantar Ilmu Sejara, 1966:61
[14] pengarang kitab Der Untergang des Abendlandes (Keruntuhan
Dunia Barat) yang sempat menggeparkan para cendikiawan Eropa-Amerika,
[15] Sarjana Inggris yang mengarang
buku A study of History (terbit th.
1933) yang terdiri dari 12 jilid.
[16] Hasil kesimpulan dari
penyelidikan 21 kebudayaan yang sempurna dan 9 kebudayaan yang kurang sempurna.
[17] A study of
history, Vol. III. 1934:221.
[18] Seorang sarjana Rusia yang
mengungsi ke Amerika Serikat sejak Revolusi Komunis (1917)
[19] Prof. Drs. H. Rustam E.
Tamburaka, MA, Pengantar Ilmu Sejarah
Teori Filsafat Sejarah, 2002:52
[20] Prof. Drs. H. Rustam E.
Tamburaka, Pengantar Ilmu Sejarah Teori
Filsafat Sejarah, MA, 2002:54-55
[21] Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi
Sejarah, 1992:1-4
[22] G. J. Garraghan, 1957: 103-142.
[23] Suhartono W. Pranoto, 2010:56.
[24] Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, 1999:67.
[25] Satono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi
Sejarah, 1982: XIV
[26] D. H. Fischer, Historians’ Fallacies, 1970:188-189.
Nb: Mohon bantuannya yaa semuanya, resume ini masih banyak kekurangan. Jadi, tolong bagi-bagi pengetahuannya yaa .. ^_^
Terima kasih semuanya .. ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong bantu komentarnya yaa ..