MATA KULIAH ARKEOLOGI
Tugas:
“Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo”
Dosen:
Prof. Dr. H. Budi
Sulistiono, M. Hum
Nama:
Dewi Mahmudah
Ni’matul
(1113022000008)
SKI 4A
Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam
Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatulloh
Jakarta
2015
PENDAHULUAN
Peninggalan sejarah dari berbagai
kesultanan atau kerajaan di Indonesia ini sudah semakin banyak yang mengalami
keruntuhan bahkan hilang di telan masa. Oleh karena itu, kita sebagai warga
Negara Indonesia diharapkan untuk tetap melestarikan dan merawat peninggalan
budaya yang masih tersisa saat ini.
Dalam makalah kali ini, saya akan mecoba
menuliskan beberapa informasi tentang peninggalan-peninggalan dari Kerajaan
Gowa-Tallo yang masih tersisa dan dikunjungi oleh masyarakat dalam maupun luar
negeri. Sebenarnya, apa yang saya tuliskan disini belum mencangkup semua
peninggalan yang ada di wilayah Goa Tallo, Makassar, Sulawesi Selatan. Karena
masih sangat banyak peninggalan-peninggalan yang tersisa disana.
Beberapa peninggalan yang akan saya bahas
dalam makalah ini, diantara:
A.
Benteng
Fort Rotterdam (Benteng Ujung Pandang) (1545)
a.
Benteng
Art Deco
b.
Museum
La Galigo
B.
Benteng
Somba Opu
C.
Batu Pelantikan Raja-Raja Tallo (Batu
Pallantikan/ Batu Tamalate)
D.
Komplek Makam Raja Gowa Tallo (Komplek
Makam Katangka)
a.
Masjid
Katangka (1605)
E.
Benteng
Ana Gowa
F.
Benteng
Balanipa
G.
Benteng
Baro Boso
H.
Benteng
Barombong
I.
Benteng
Galesong
J.
Benteng
Garassi
K.
Benteng
Kale Gowa
L.
Benteng
Mariso
M.
Benteng
Panakkukang
N.
Benteng
Sanrobone
O.
Benteng
Tallo
P.
Benteng
Ujung Tanah
Semoga
bermanfaat bagi yang membaca. Apabila ada kesalahan dalam penulisan informasi, mohon
koreksinya.
Terima Kasih.
A.
Benteng
Fort Rotterdam (Benteng Ujung Pandang)
Benteng Rotterdam
terletak di pinggir pantai Kota Makassar, berseberang dengan pelabuhan
Sukarno-Hatta, serta Pelabuhan penyeberangan menuju Pulau Kahyangan, kurang
lebih 500 meter kearah selatan terdapat Pantai losari dan Pantai Akarena.[1]
Benteng Fort Rotterdam
memiliki nama asal ‘Benteng Ujung Pandang’. Benteng ini adalah salah satu
peninggalan dari kerajaan Gowa-tallo yang masih terawatt hingga kini. Benteng
ini dijuluki sebagai the best preserved
Dutch fort in Asia oleh Barbara Crossette, New York.
Benteng Fort Rotterdam
ini memiliki banyak sekali kisah-kisah sejarah, diantaranya adalah benteng ini
adalah tempat diasingkannya Pangeran Diponegoro, seorang pemimpin perang Jawa
(1925-1930) yang dibuang ke Makassar.
Ada beberapa pendapat tentang waktu benteng ini dibangun, diantaranya:
1.
Benteng ini di bangun oleh Raja
Gowa ke 10 pada tahun 1546.
2.
Benteng ini dibangun pada 9
Agustus 1643 atas perintah Sultan Alauddin.
3.
Benteng ini dibangun pada tahun
1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung
Tumapa’ risi’ kallonna.
Dalam penamaannya, benteng ini juga dikatakan memiliki banyak nama dan
julukan, diantaranya:
1.
Benteng Ujung Pandang, dinamakan
‘Ujung Pandang’ karena terletak di wilayah Ujung pulau Makassar. Ada juga yang berpendapat karena terletak di daerah
Ujung Pandang.
2.
Benteng
Penyu, karena bentuk benteng ini terlihat seperti penyu jika di lihat dari atas
benteng.
3.
Benteng Panyyua yang merupakan
markas pasukan katak Kerajaan Gowa. Kerajaan
Gowa-Tallo.
4.
Benteng Fort Rotterdam, nama
benteng ini yang masih di gunakan hingga sekarang. Nama benteng ini diganti
oleh Cornelis Speeham, salah satu antek Belanda, menjadi ‘Fort Rotterdam’ pada
saat benteng ini dikuasai oleh Belanda.
Benteng ini juga sudah berkali-kali beralih fungsi. Pada awal pertama kali
dibangun, benteng ini berfungsi sebagai pusat pertahanan wilayah kerajaan Gowa.
Selanjutnya pada masa Belanda, benteng ini dijadikan sebagai tempat penyimpanan
rempah-rempah yang di ambil dari Indonesia bagian timur. Pada masa Jepang, benteng ini
sempat beralih fungsi sementara menjadi tempat penelitian ilmiah, terutama
bahasa dan budaya. Setelah itu benteng ini menjadi museum penyimpanan
peninggalan kerajaan Gowa Tallo hingga sekarang.
Benteng ini awalnya di buat dengan bahan dasar tanah liat. Namun pada masa
selanjutnya, tepatnya pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14, Sultan Alauddin,
bangunan benteng ini diperbaharui dan diganti menjadi batu padas yang bersuber
dari pegunungan Kurst, daerah Maros. Benteng ini difilosofikan seperti penyu
yang hendak merangkak ke lautan, yang artinya benteng ini bisa Berjaya di
daratan maupun di lautan.
Di dalam Benteng Rotterdam terdapat berbagai bangunan lainnya, diantaranya
Museum La Galigo dan Museum Art Deco. Museum La Galigo adalah museum yang
menyimpan peninggalan dari Tana Toraja. Di dalam museum ini juga terdapat banyak referensi mengenai sejarah
kebesaran Makassar (Gowa Tallo). Nama ‘La Galigo’ di ambil dari sebuah epos
yang berjudul ‘I La Galigo’, suatu karya sastra kebanggaan orang Bugis. Kata ‘I
La Galigo’ sendiri adalah nama dari salah satu tokoh ahli sastra di kerajaan
Luwu dan Wajo pada abad 14. Sebagian besar gedung benteng ini masih utuh dan
menjadi salah satu objek wisata di Kota Makassar.[2]
Perubahan Bangunan
Benteng Fort Rotterdam dari tahun ke tahun.
Suasana bangunan Benteng Fort Rotterdam (Benteng Ujung
Pandang) saat ini.
Bagian-bagian benteng Fort Rotterdam
B.
Benteng
Somba Opu
Benteng Somba Opu
memiliki kedudukan yang sama petingnya dengan Benteng Ujung pandnag (Fort
Rotterdam) di wilayah Makassar. Benteng Soa Opu saat ini sedang dalam proses
pemugaran kembali dan akan dibuka kembali dengan tambahan museum di dalamnya.
Benteng ini terletak di Jalan Daenng Tata kota Makassar provinsi Sulawesi Selatan,
Indonesia.
Benteng Somba Opu
Benteng Somba Opu ini
dibangun oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama Daeng Matanre Karaeng Tumapa’ risi’
Kallona pada tahun 1525. Pada pertengahan abad ke-16, benteng ini dijadikan
sebagai benteng utama Kerajaan Gowa. Secara arsitektur, benteng ini memiliki
bentuk persegi empat dengan panjang sekitar 2 kilometer, dengan tinggi 7-8
meter, dan luas sekitar 1500 hektar. Benteng ini dipagari dengan dinding yang
cukup tebal.
Di dalam benteng,
terdapat miniature beberapa bangunan rumah adat Sulawesi Selatan (yang mewakili
suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Kajang). Tempat ini dijadikan pusat budaya
dan sejarah. Benteng ini juga menjadi pusat kegiatan pekan Sulawesi Selatan yang diadakan setiap
bulan Oktober. Seiap miniature yang ada di dalam benteng ini menggambarkan
kekhususan filosofi budaya dari tiap-tiap bangsa di Sulawesi Selatan. Di
benteng ini juga terdapat sebuah meriam besar yang bernama ‘Buluwara Agung’
sepanjang 9 meter dengan berat 9.500 kg dan sekitar 280 meriam kecil
didalamnya. selain miniature dan beberapa meriam, dalam benteng ini juga
terdapat berbagai peninggalan kesultanan Gowa.
Benteng ini menjadi pusat
perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi oleh
pedagang-pedagang asing dari berbagai wilayah seperti Asia dan Eropa. Pada 24 Juni 1669,
benteng ini jatuh ke tangan VOC dan kemudian di hancurkan. Setelah itu, berkat
perkembangan zaman dan intelektualnya, benteng ini dapat ditemukan kembali oleh
sejumlah ilmuwan pada tahun 1980an. Namun karena kondisi yang cukup rapuh
akhirnya benteng ini rusak pada tahun 1990an.
Benteng ini menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang
asing dari Asia dan Eropa. Pada tanggal 24 Juni 1669, benteng ini dikuasai oleh
VOC dan kemudian dihancurkan dan terendam oleh ombak pasang. Pada tahun
1980-an, benteng ini ditemukan kembali oleh sejumlah ilmuan. Pada tahun 1990,
bangunan benteng yang sudah rusak[3]
C.
Batu Pelantikan Raja-Raja Tallo
(Batu Pallantikang/ Batu Tamalate)
Batu pelantikan raja-raja Tallo disebut juga ‘Batu Pallantikang’ atau ‘Batu
Tamalate’. Batu ini terletak di sebelah tenggara komplek makam Tamalate. Pada
zaman dahulu, batu ini digunakan oleh para penguasa baru Gowa-Tallo untuk
disumpah diatasnya. Batu Pallantikang sebenarnya adalah batu alami tanpa
pembentukan yang terdiri dari satu batu andesit yang diapit oleh dua batu
kapur.
Batu andesit merupakan pusat pemujaan yang tetap disakralkan oleh
masyarakat sampai sekarang. Pemujaan warga sekitar terhadap batu ini ditandai
dengan banyaknya sesajen yang diletakkan diatas batu ini. Masyarakat sekitar
meyakini bahwa batu pallantikan ini adalah batu dewa dari kayangan yang
bertuah.[4]
Batu Pelantikan Raja-Raja Goa Tallo
D.
Komplek Makam Raja Gowa Tallo (Komplek
Makam Katangka)
Komplek makam ini terletak di sebelah utara bukit Tamalate. Komplek Makam
Tamalate dan Bonto Biraeng merupakan area pemakaman para raja Gowa dari zaman
dahulu. Pada koplek ini juga terdapat bangunan makam berbentuk kubah dan jirat
biasa. Jirat dan nisannya terbuat dari ukiran kayu dengan hiasan ukiran untaian
flora, hiasan ini menggunakan warna yang mencolok, yaitu merah dan kuning
keemasan. Pada bagian kaki jirat, terdapat semacam genungan yang dilengkapi
dengan kaligrafi ayat-ayat suci Al-qur’an dan identitas yang dimakamkan.
Hiasan komplek makam berupa kubah memperlihatkan bahwa bangunan ini
memiliki pengaruh arsitektur barat. Kubah makam ini berukuran lebih besar dari
makam lainnya. Karena di dalam kubah utama terdapat sejumlah makam yang
diperkirakan adalah makam keluarga terdekat. Makam-makam di dalam kubah disusun
menjadi dua baris. Lantai kubah lebih tinggi 60-75 cm dari permukaan tanah atau
dasar pintu masuk. Konstruksi seperti ini membuat makam-makam di dalam kubah
seperti berada diatas panggung.Di dalam komplek makam Katangka, terdapat Masjid
Katangka yang terletak ditengah kubah-kubah makam Katangka.
Masjid ini didirikan pada tahun 1605
M dengan ukuran tebal tembok kurang lebih 90 cm, hiasan sulur-suluran, dan
bentuk mimbar menyerupai singgasana dengan sandaran tangan yang terbuat dari
kayu. Di
dalamnya juga terdapat hiasan makhluk, namun disamarkan agar tidak tampak
realistic. Pada ruang tengah
terdapat empat tiang soko guru yang mendukung bangunan bertingkat diatasnya.
Mimbar dipasang secara permanen dan di plester pada pintu masuk mihrab terdapat
tulisan arab dalam bahasa Makassar yang menyebutkan pemugaran yang dilakukan
Karaeng Katangka pada tahun 1300 H.[5]
E.
Benteng
Ana Gowa
Di kenal juga dengan
Benteng Batayyah, terletak di Kalurahan Bontola, kec Palilangga, kabupaten Gowa.
Di
dirikan pada abad 17, pada masa Sultan Alauddin, Raja Gowa ke-14. Benteng ini
berbentuk segi empat sama sisi yang panjang setiap sisi kurang lebih dari 400
meter.
F.
Benteng
Balanipa
Benteng berlokasi di Balanipa, Sinjai Utara. berjarak 220,5 km dari kota Makassar.
Benteng ini di dirikan oleh salah satu aliansi dari kerajaan Lamatti, Bulo-Bulo
dan Tondong yang lazim disebut kerajaan TELLU LIMPOE. Benteng ini digunakan untuk melindungi kerajaan Tellu Limpoe yang
rapuh pada saat itu karena pertarungan yang sangat hebat antara kerajaan Gowa
yang di mulai pada masa pemerintahan Raja Gowa ke 9 Daeng Matanre Karaeng
Manguntungi Tumapparisi Kallongna, dengan kerajaan kerajaan sekitarnya. Fungsi
benteng ini dulunya sebagai pusat penumpasaan dan penahanan perampok yang
berhasil ditangkap atas pemintaan Kerajaan Bone.
G.
Benteng
Baro Boso
Kepastian tentang siapa
yang mendirikan benteng ini masih belum jelas,namun tahun berdirinya di perkirakan pada abad 16,
pada masa pemerintahan Sultan Alauddin. Sayangnya, benteng yang di ratakan oleh pada masa
perjanjian Bungaya 1667.
H.
Benteng
Barombong
Terletak di sebelah selatan benteng Somba Opu. Benteng terkuat yang di
miliki Kerajaan Gowa, berbentuk segiempat, dengan panjang dan lebarnya lebih
dari 1 kilometer. Di lengkapi dengan Meriam. Di bangun pada abad 16 oleh Raja
Gowa ke 12, Karaeng Bonto Langksa.
I.
Benteng
Galesong
Terletak dekat dengan
Benteng Sanrobone di bagian selatan dan Benteng Barombong pada bagian utara.
Benteng ini termasuk Benteng yang harus di ratakan oleh perjanjian Bungaya.
Benteng ini di dirikan atas Raja Gowa ke 14.
J.
Benteng
Garassi
Benteng ini ada Benteng
terkecil ,dari benteng yang lainnya.Yang di buat untuk melindungi Benteng Somba
Opu yang terletak di sebalah utara dan Benteng ini termasuk Benteng yang juga
harus di rataka oleh perjanjian Bungaya.
K.
Benteng
Kale Gowa
Terletak di Sebelah
selatan kurang lebih 8 kilometer dari kota makassar,daerah ini di kenal dengan
nama Katangka,Kec Bonto Biraeng.Benteng ini tertua dari kerajaan Gowa ke 9
.Benteng ini bermula dari tanah liat. pada masa Tunipallangga ,dinding Benteng
di tambah dengan Batu Bata dan beliau Raja Pertama yang tinggal di dalam
Benteng tersebut. panjangnya sekitar 3,5 kilometer .Sayangnya benteng ini juga
harus di ratakan atas perjanjian Bungaya ,yang tertinggal dalam Benteng ini
cuma Batu pelantikan Raja Raja Gowa Dan Sumur Kerajaan.
L.
Benteng
Mariso
Berfungsi sebagai benteng
pelindung. Benteng ini dibangun untuk memperkuat benteng Kerajaan Gowa. Pada
saat itu VOC sedang giatnya menyebarkan pangaruh dan kekuasaanya. Dengan ini, Sultan
Hasanuddin dan Mangkubumi lainya memprakarsai di bangunnya Benteng ini. Di bangun
parit yang panjangnya 2,5 kilometer, mulai dari Binanga-Beru sampai Ujung
Tanah.
M.
Benteng
Panakkukang
Di dirikan pada masa Sultan Alauddin. Benteng ini di kuasai oleh Belanda
pada tanggal 12 Juni 1660, dalam perjanjian Bungaya. Benteng ini diserahkan
kembali pada pihak Gowa pada tanggal 1 Desmber 1660 setelah Sultan Hasanuddin
menanda tangani perjanjian tersebut.
N.
Benteng
Sanrobone
Benteng ini sudah hancur.
.Bentuk benteng ini seperti buritan perahu yang memanjang dari utara ke
selatan. Terbuat dari batu bata dengan ukuran yang tidak menentu. Ukuran batu
batanya sekitar 44 cm dan lebar 5,5 cm. panjang benteng ini pada bagian selatan
sekitar 334 meter, bagian barat sekitar 573 meter, dan pada bagian timur sekitar
707 meter. Benteng ini didirikan oleh Raja Gowa ke 9.
O.
Benteng
Tallo
Informasi tentang tahun
dan siapa yang mendirikan benteng ini masih belum jelas, namun ada yang
berpendapat bahwa yang membagun benteng ini adalah Raja Tallo pertama yaitu
Karaeng Lowe Ri Sero dan di lanjutkan oleh Sultan Alauddin dengan mengunakan
batu bata. Benteng ini mempunyai fungsi ganda yaitu selain menjadi istana
(pusat pemerintahan kerajaan Tallo) juga sebagai Benteng pertahanan kerajaan
Gowa pada Abad 17. Panjang Benteng ini sekitar 1000 meter. Benteng ini berbentuk
segiempat dan oleh masayarakat setempat menyebutnya MACCINI SOMBALA. Sisa
reruntuhan benteng ini yang masih bisa dilihat di pesisir pantai Tallo adalah
garis benteng atau dinding benteng saja.
P.
Benteng
Ujung Tanah
Benteng ini di buat pada masa Raja Gowa ke 12. Pada awalnya benteng ini
dibuat dengan bahan dasar dari tanah lihat kemdian oleh Sultan Alauddin di
renovasi menjadi menggunakan bata. Pada masa Sultan Hasanuddin Benteng ini di
perkuat lagi dan berfungsi sebagai benteng pelindungan Benteng Somba Opu. Benteng
ini pun hancur sesuai dengan perjanjian Bungaya 1669.[6]
Referensi
Id.wikipedia.org/wiki/Fort_Rotterdam
Wisatadanbudaya.blogspot.com/2010/11/sisa-peninggalan-dan-kompleks-makam.html?m=1
[1] https://wisatasulawesi.wordpress.com/wisata-sulawesi-selatan/benteng-rotterdam-somba-opu/
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Fort_Rotterdam
[3]https://wisatasulawesi.wordpress.com/wisata-sulawesi-selatan/benteng-rotterdam-somba-opu/
[4] Wisatadanbudaya.blogspot.com/2010/11/sisa-peninggalan-dan-kompleks-makam.html?m=1.
[5]
Wisatadanbudaya.blogspot.com/2010/11/sisa-peninggalan-dan-kompleks-makam.html?m=1.