Jumat, 26 Juli 2019

PENINGGALAN KERAJAAN GOWA-TALLO


MATA KULIAH ARKEOLOGI
Tugas:
“Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo”

Dosen:
Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M. Hum

Nama:
Dewi Mahmudah Ni’matul
(1113022000008)
SKI 4A

Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam
Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatulloh
Jakarta
2015

PENDAHULUAN
Peninggalan sejarah dari berbagai kesultanan atau kerajaan di Indonesia ini sudah semakin banyak yang mengalami keruntuhan bahkan hilang di telan masa. Oleh karena itu, kita sebagai warga Negara Indonesia diharapkan untuk tetap melestarikan dan merawat peninggalan budaya yang masih tersisa saat ini.
Dalam makalah kali ini, saya akan mecoba menuliskan beberapa informasi tentang peninggalan-peninggalan dari Kerajaan Gowa-Tallo yang masih tersisa dan dikunjungi oleh masyarakat dalam maupun luar negeri. Sebenarnya, apa yang saya tuliskan disini belum mencangkup semua peninggalan yang ada di wilayah Goa Tallo, Makassar, Sulawesi Selatan. Karena masih sangat banyak peninggalan-peninggalan yang tersisa disana.
Beberapa peninggalan yang akan saya bahas dalam makalah ini, diantara:

A.    Benteng Fort Rotterdam (Benteng Ujung Pandang) (1545)
a.       Benteng Art Deco
b.      Museum La Galigo
B.     Benteng Somba Opu
C.     Batu Pelantikan Raja-Raja Tallo (Batu Pallantikan/ Batu Tamalate)
D.    Komplek Makam Raja Gowa Tallo (Komplek Makam Katangka)
a.       Masjid Katangka (1605)
E.     Benteng Ana Gowa
F.      Benteng Balanipa
G.    Benteng Baro Boso
H.    Benteng Barombong
I.        Benteng Galesong
J.       Benteng Garassi
K.    Benteng Kale Gowa
L.     Benteng Mariso
M.   Benteng Panakkukang
N.    Benteng Sanrobone
O.    Benteng Tallo
P.      Benteng Ujung Tanah


Semoga bermanfaat bagi yang membaca. Apabila ada kesalahan dalam penulisan informasi, mohon koreksinya.
Terima Kasih.
A.    Benteng Fort Rotterdam (Benteng Ujung Pandang)
Benteng Rotterdam terletak di pinggir pantai Kota Makassar, berseberang dengan pelabuhan Sukarno-Hatta, serta Pelabuhan penyeberangan menuju Pulau Kahyangan, kurang lebih 500 meter kearah selatan terdapat Pantai losari dan Pantai Akarena.[1]
Benteng Fort Rotterdam memiliki nama asal ‘Benteng Ujung Pandang’. Benteng ini adalah salah satu peninggalan dari kerajaan Gowa-tallo yang masih terawatt hingga kini. Benteng ini dijuluki sebagai the best preserved Dutch fort in Asia oleh Barbara Crossette, New York.
Benteng Fort Rotterdam ini memiliki banyak sekali kisah-kisah sejarah, diantaranya adalah benteng ini adalah tempat diasingkannya Pangeran Diponegoro, seorang pemimpin perang Jawa (1925-1930) yang dibuang ke Makassar.
Ada beberapa pendapat tentang waktu benteng ini dibangun, diantaranya:
1.      Benteng ini di bangun oleh Raja Gowa ke 10 pada tahun 1546.
2.      Benteng ini dibangun pada 9 Agustus 1643 atas perintah Sultan Alauddin.
3.      Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’ risi’ kallonna.
Dalam penamaannya, benteng ini juga dikatakan memiliki banyak nama dan julukan, diantaranya:
1.      Benteng Ujung Pandang, dinamakan ‘Ujung Pandang’ karena terletak di wilayah Ujung pulau Makassar. Ada juga yang berpendapat karena terletak di daerah Ujung Pandang.
2.      Benteng Penyu, karena bentuk benteng ini terlihat seperti penyu jika di lihat dari atas benteng.
3.      Benteng Panyyua yang merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa-Tallo.
4.      Benteng Fort Rotterdam, nama benteng ini yang masih di gunakan hingga sekarang. Nama benteng ini diganti oleh Cornelis Speeham, salah satu antek Belanda, menjadi ‘Fort Rotterdam’ pada saat benteng ini dikuasai oleh Belanda.
Benteng ini juga sudah berkali-kali beralih fungsi. Pada awal pertama kali dibangun, benteng ini berfungsi sebagai pusat pertahanan wilayah kerajaan Gowa. Selanjutnya pada masa Belanda, benteng ini dijadikan sebagai tempat penyimpanan rempah-rempah yang di ambil dari Indonesia bagian timur. Pada masa Jepang, benteng ini sempat beralih fungsi sementara menjadi tempat penelitian ilmiah, terutama bahasa dan budaya. Setelah itu benteng ini menjadi museum penyimpanan peninggalan kerajaan Gowa Tallo hingga sekarang.
Benteng ini awalnya di buat dengan bahan dasar tanah liat. Namun pada masa selanjutnya, tepatnya pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14, Sultan Alauddin, bangunan benteng ini diperbaharui dan diganti menjadi batu padas yang bersuber dari pegunungan Kurst, daerah Maros. Benteng ini difilosofikan seperti penyu yang hendak merangkak ke lautan, yang artinya benteng ini bisa Berjaya di daratan maupun di lautan.
Di dalam Benteng Rotterdam terdapat berbagai bangunan lainnya, diantaranya Museum La Galigo dan Museum Art Deco. Museum La Galigo adalah museum yang menyimpan peninggalan dari Tana Toraja. Di dalam museum ini juga  terdapat banyak referensi mengenai sejarah kebesaran Makassar (Gowa Tallo). Nama ‘La Galigo’ di ambil dari sebuah epos yang berjudul ‘I La Galigo’, suatu karya sastra kebanggaan orang Bugis. Kata ‘I La Galigo’ sendiri adalah nama dari salah satu tokoh ahli sastra di kerajaan Luwu dan Wajo pada abad 14. Sebagian besar gedung benteng ini masih utuh dan menjadi salah satu objek wisata di Kota Makassar.[2]

Perubahan Bangunan Benteng Fort Rotterdam dari tahun ke tahun.
Suasana bangunan Benteng Fort Rotterdam (Benteng Ujung Pandang) saat ini.
Bagian-bagian benteng Fort Rotterdam


B.     Benteng Somba Opu
Benteng Somba Opu memiliki kedudukan yang sama petingnya dengan Benteng Ujung pandnag (Fort Rotterdam) di wilayah Makassar. Benteng Soa Opu saat ini sedang dalam proses pemugaran kembali dan akan dibuka kembali dengan tambahan museum di dalamnya.
Benteng ini terletak di Jalan Daenng Tata kota Makassar provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.
Benteng Somba Opu
Benteng Somba Opu ini dibangun oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama Daeng Matanre Karaeng Tumapa’ risi’ Kallona pada tahun 1525. Pada pertengahan abad ke-16, benteng ini dijadikan sebagai benteng utama Kerajaan Gowa. Secara arsitektur, benteng ini memiliki bentuk persegi empat dengan panjang sekitar 2 kilometer, dengan tinggi 7-8 meter, dan luas sekitar 1500 hektar. Benteng ini dipagari dengan dinding yang cukup tebal.
Di dalam benteng, terdapat miniature beberapa bangunan rumah adat Sulawesi Selatan (yang mewakili suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Kajang). Tempat ini dijadikan pusat budaya dan sejarah. Benteng ini juga menjadi pusat kegiatan  pekan Sulawesi Selatan yang diadakan setiap bulan Oktober. Seiap miniature yang ada di dalam benteng ini menggambarkan kekhususan filosofi budaya dari tiap-tiap bangsa di Sulawesi Selatan. Di benteng ini juga terdapat sebuah meriam besar yang bernama ‘Buluwara Agung’ sepanjang 9 meter dengan berat 9.500 kg dan sekitar 280 meriam kecil didalamnya. selain miniature dan beberapa meriam, dalam benteng ini juga terdapat berbagai peninggalan kesultanan Gowa.
Benteng ini menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi oleh pedagang-pedagang asing dari berbagai wilayah seperti Asia dan Eropa. Pada 24 Juni 1669, benteng ini jatuh ke tangan VOC dan kemudian di hancurkan. Setelah itu, berkat perkembangan zaman dan intelektualnya, benteng ini dapat ditemukan kembali oleh sejumlah ilmuwan pada tahun 1980an. Namun karena kondisi yang cukup rapuh akhirnya benteng ini rusak pada tahun 1990an.
Benteng ini menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan  rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang asing dari Asia dan Eropa. Pada tanggal 24 Juni 1669, benteng ini dikuasai oleh VOC dan kemudian dihancurkan dan terendam oleh ombak pasang. Pada tahun 1980-an, benteng ini ditemukan kembali oleh sejumlah ilmuan. Pada tahun 1990, bangunan benteng yang sudah rusak[3]
C.     Batu Pelantikan Raja-Raja Tallo (Batu Pallantikang/ Batu Tamalate)
Batu pelantikan raja-raja Tallo disebut juga ‘Batu Pallantikang’ atau ‘Batu Tamalate’. Batu ini terletak di sebelah tenggara komplek makam Tamalate. Pada zaman dahulu, batu ini digunakan oleh para penguasa baru Gowa-Tallo untuk disumpah diatasnya. Batu Pallantikang sebenarnya adalah batu alami tanpa pembentukan yang terdiri dari satu batu andesit yang diapit oleh dua batu kapur.
Batu andesit merupakan pusat pemujaan yang tetap disakralkan oleh masyarakat sampai sekarang. Pemujaan warga sekitar terhadap batu ini ditandai dengan banyaknya sesajen yang diletakkan diatas batu ini. Masyarakat sekitar meyakini bahwa batu pallantikan ini adalah batu dewa dari kayangan yang bertuah.[4]
 
Batu Pelantikan Raja-Raja Goa Tallo

D.    Komplek Makam Raja Gowa Tallo (Komplek Makam Katangka)
Komplek makam ini terletak di sebelah utara bukit Tamalate. Komplek Makam Tamalate dan Bonto Biraeng merupakan area pemakaman para raja Gowa dari zaman dahulu. Pada koplek ini juga terdapat bangunan makam berbentuk kubah dan jirat biasa. Jirat dan nisannya terbuat dari ukiran kayu dengan hiasan ukiran untaian flora, hiasan ini menggunakan warna yang mencolok, yaitu merah dan kuning keemasan. Pada bagian kaki jirat, terdapat semacam genungan yang dilengkapi dengan kaligrafi ayat-ayat suci Al-qur’an dan identitas yang dimakamkan.
Hiasan komplek makam berupa kubah memperlihatkan bahwa bangunan ini memiliki pengaruh arsitektur barat. Kubah makam ini berukuran lebih besar dari makam lainnya. Karena di dalam kubah utama terdapat sejumlah makam yang diperkirakan adalah makam keluarga terdekat. Makam-makam di dalam kubah disusun menjadi dua baris. Lantai kubah lebih tinggi 60-75 cm dari permukaan tanah atau dasar pintu masuk. Konstruksi seperti ini membuat makam-makam di dalam kubah seperti berada diatas panggung.Di dalam komplek makam Katangka, terdapat Masjid Katangka yang terletak ditengah kubah-kubah makam Katangka.
Masjid ini didirikan pada  tahun 1605 M dengan ukuran tebal tembok kurang lebih 90 cm, hiasan sulur-suluran, dan bentuk mimbar menyerupai singgasana dengan sandaran tangan yang terbuat dari kayu. Di dalamnya juga terdapat hiasan makhluk, namun disamarkan agar tidak tampak realistic. Pada ruang tengah terdapat empat tiang soko guru yang mendukung bangunan bertingkat diatasnya. Mimbar dipasang secara permanen dan di plester pada pintu masuk mihrab terdapat tulisan arab dalam bahasa Makassar yang menyebutkan pemugaran yang dilakukan Karaeng Katangka pada tahun 1300 H.[5]

E.     Benteng Ana Gowa
Di kenal juga dengan Benteng Batayyah, terletak di Kalurahan Bontola, kec Palilangga, kabupaten Gowa. Di dirikan pada abad 17, pada masa Sultan Alauddin, Raja Gowa ke-14. Benteng ini berbentuk segi empat sama sisi yang panjang setiap sisi kurang lebih dari 400 meter.

F.      Benteng Balanipa
Benteng berlokasi di Balanipa, Sinjai Utara. berjarak 220,5 km dari kota Makassar. Benteng ini di dirikan oleh salah satu aliansi dari kerajaan Lamatti, Bulo-Bulo dan Tondong yang lazim disebut kerajaan TELLU LIMPOE. Benteng ini digunakan  untuk melindungi kerajaan Tellu Limpoe yang rapuh pada saat itu karena pertarungan yang sangat hebat antara kerajaan Gowa yang di mulai pada masa pemerintahan Raja Gowa ke 9 Daeng Matanre Karaeng Manguntungi Tumapparisi Kallongna, dengan kerajaan kerajaan sekitarnya. Fungsi benteng ini dulunya sebagai pusat penumpasaan dan penahanan perampok yang berhasil ditangkap atas pemintaan Kerajaan Bone.

G.    Benteng Baro Boso
Kepastian tentang siapa yang mendirikan benteng ini masih belum jelas,namun  tahun berdirinya di perkirakan pada abad 16, pada masa pemerintahan Sultan Alauddin. Sayangnya, benteng yang di ratakan oleh pada masa perjanjian Bungaya 1667.

H.    Benteng Barombong
Terletak di sebelah selatan benteng Somba Opu. Benteng terkuat yang di miliki Kerajaan Gowa, berbentuk segiempat, dengan panjang dan lebarnya lebih dari 1 kilometer. Di lengkapi dengan Meriam. Di bangun pada abad 16 oleh Raja Gowa ke 12, Karaeng Bonto Langksa.

I.        Benteng Galesong
Terletak dekat dengan Benteng Sanrobone di bagian selatan dan Benteng Barombong pada bagian utara. Benteng ini termasuk Benteng yang harus di ratakan oleh perjanjian Bungaya. Benteng ini di dirikan atas Raja Gowa ke 14.

J.       Benteng Garassi
Benteng ini ada Benteng terkecil ,dari benteng yang lainnya.Yang di buat untuk melindungi Benteng Somba Opu yang terletak di sebalah utara dan Benteng ini termasuk Benteng yang juga harus di rataka oleh perjanjian Bungaya.



K.    Benteng Kale Gowa
Terletak di Sebelah selatan kurang lebih 8 kilometer dari kota makassar,daerah ini di kenal dengan nama Katangka,Kec Bonto Biraeng.Benteng ini tertua dari kerajaan Gowa ke 9 .Benteng ini bermula dari tanah liat. pada masa Tunipallangga ,dinding Benteng di tambah dengan Batu Bata dan beliau Raja Pertama yang tinggal di dalam Benteng tersebut. panjangnya sekitar 3,5 kilometer .Sayangnya benteng ini juga harus di ratakan atas perjanjian Bungaya ,yang tertinggal dalam Benteng ini cuma Batu pelantikan Raja Raja Gowa Dan Sumur Kerajaan.

L.     Benteng Mariso
Berfungsi sebagai benteng pelindung. Benteng ini dibangun untuk memperkuat benteng Kerajaan Gowa. Pada saat itu VOC sedang giatnya menyebarkan pangaruh dan kekuasaanya. Dengan ini, Sultan Hasanuddin dan Mangkubumi lainya memprakarsai di bangunnya Benteng ini. Di bangun parit yang panjangnya 2,5 kilometer, mulai dari Binanga-Beru sampai Ujung Tanah.

M.   Benteng Panakkukang
Di dirikan pada masa Sultan Alauddin. Benteng ini di kuasai oleh Belanda pada tanggal 12 Juni 1660, dalam perjanjian Bungaya. Benteng ini diserahkan kembali pada pihak Gowa pada tanggal 1 Desmber 1660 setelah Sultan Hasanuddin menanda tangani perjanjian tersebut.

N.    Benteng Sanrobone
Benteng ini sudah hancur. .Bentuk benteng ini seperti buritan perahu yang memanjang dari utara ke selatan. Terbuat dari batu bata dengan ukuran yang tidak menentu. Ukuran batu batanya sekitar 44 cm dan lebar 5,5 cm. panjang benteng ini pada bagian selatan sekitar 334 meter, bagian barat sekitar 573 meter, dan pada bagian timur sekitar 707 meter. Benteng ini didirikan oleh Raja Gowa ke 9.
O.    Benteng Tallo
Informasi tentang tahun dan siapa yang mendirikan benteng ini masih belum jelas, namun ada yang berpendapat bahwa yang membagun benteng ini adalah Raja Tallo pertama yaitu Karaeng Lowe Ri Sero dan di lanjutkan oleh Sultan Alauddin dengan mengunakan batu bata. Benteng ini mempunyai fungsi ganda yaitu selain menjadi istana (pusat pemerintahan kerajaan Tallo) juga sebagai Benteng pertahanan kerajaan Gowa pada Abad 17. Panjang Benteng ini sekitar 1000 meter. Benteng ini berbentuk segiempat dan oleh masayarakat setempat menyebutnya MACCINI SOMBALA. Sisa reruntuhan benteng ini yang masih bisa dilihat di pesisir pantai Tallo adalah garis benteng atau dinding benteng saja.

P.      Benteng Ujung Tanah
Benteng ini di buat pada masa Raja Gowa ke 12. Pada awalnya benteng ini dibuat dengan bahan dasar dari tanah lihat kemdian oleh Sultan Alauddin di renovasi menjadi menggunakan bata. Pada masa Sultan Hasanuddin Benteng ini di perkuat lagi dan berfungsi sebagai benteng pelindungan Benteng Somba Opu. Benteng ini pun hancur sesuai dengan perjanjian Bungaya 1669.[6]
Referensi
Id.wikipedia.org/wiki/Fort_Rotterdam
Wisatadanbudaya.blogspot.com/2010/11/sisa-peninggalan-dan-kompleks-makam.html?m=1



[1] https://wisatasulawesi.wordpress.com/wisata-sulawesi-selatan/benteng-rotterdam-somba-opu/
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Fort_Rotterdam
[3]https://wisatasulawesi.wordpress.com/wisata-sulawesi-selatan/benteng-rotterdam-somba-opu/
[4] Wisatadanbudaya.blogspot.com/2010/11/sisa-peninggalan-dan-kompleks-makam.html?m=1.
[5] Wisatadanbudaya.blogspot.com/2010/11/sisa-peninggalan-dan-kompleks-makam.html?m=1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong bantu komentarnya yaa ..